Selasa, 29 Januari 2013

Asuhan Keperawatan Dengan Osteomylitis



STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN OSTEOMYLITIS


 
 
A.  DEFINISI
Osteomylitis adalah infeksi tulang yang dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari focus infeksi di tempat lain (misal : gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas, lepuh). (Smeltzer Bare : 2002)
Osteomylitis adalah inflamasi yang dimulai di dalam sumsum tulang. (S. Hinchliff, Christine : 1999).
Osteomylitis adalah infeksi pada tulang sumsum tulang (myelin) yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen yang biasanya terjadi pada tulang yang berlumen. (Priguna Sidharta : 1995)

B.  ETIOLOGI
Penyebab Oteomylitis penyebaran infeksi jaringan lunak (missal, ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung langsung tulang (missal, faktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, perbedaan tulang). Penyebab dari infeksi tersebut adalah bakteri staphylococcus aureus dan virus haemofillus influenza dimana mikro organisme ini masuk melalui lubang terbuka pada fraktur terbuka atau luka perbedahan serta dari bagian tubuh lain yang terinfeksi (gigi, ginjal).

C.  MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawa oleh darah biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan ditandai septikimia (misal : menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan nalaiseonum), setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeritekan. Nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan b/d tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomylitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikimia daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomylitis kronis ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalamim periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. (Smeltzer, Bare : 2002)





D.  PATOFISIOLOGI
Stapylococcus aureus merupakan penyebab 70 % sampai 80 % infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomylitis meliputi proteus, pseudomonas, dan escerichia coli, terdapat pem insiden infeksi resisten penicillin, nosokomial, gram negative dan anaerobic.
Awitan osteomylitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan stadium I ) dan sering b/d penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat ( stadium 2 ) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan . Osteomylitis awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon insial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada PD terjadi pada tempat tersebut mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah peristeum periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainace oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati ( sequestrum ) tidak mudah mencair dan mengalir ke luar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru ( involukrum ) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien, dinamakan Oesteomylitis type kronik. ( Smeltzer, Bare : 2002 )



E.  PATHWAY
 
Smeltzer, Bare : 2003


F.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Sinar X : menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.
- Pemindaian tulang dan MRI : untuk mengidentifikasi area infeksi.
- Pemeriksaan darah : memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endapan darah, laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal, Anemia dikaitkan dengan infeksi kronik.
-    Kultur darah dan kultur abses : diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai , tepat dan untuk menentukan organisme infektif.

G.  PENATALAKSANAAN
1. Imobilisasi dengan bidai / splint untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya faktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali perhari untuk meningkatkan aliran darah.
2.   Pemberian terapi antibiotika dengan dosis tinggi
Tujuannya adalah mengontrol unfeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut             menurun akibat terjadinya trombosis.
3.   Perbaikan keadaan umum.
4.   Pembedahan
- Jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril terapi antibiotika dilanjutkan.
- Sequestrektomy (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum ).
- Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati ( dead space ) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau di lakukan grafting dikemudian hari.
- Debridement : pengangkatan benda asing dan jaringan yang cedera atau terinfeksi dari suatu luka debridement bedah dapat melemahkan tulang yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

H.  KOMPLIKASI
- Abses tulang : pengumpulan pus setempat yang dihasilkan oleh organisme piogenik. Keadaan ini bisa akut ataun kronis.
- Sepsis : Keadaan terinfeksi oleh mikro organisme yang menghasilkan pusseptic.

I.   PENCEGAHAN
 Pencegahan osteomylitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi local dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomylitis pasca operasi.
Anti biotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka paska operasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomylitis. ( Smeltzer : 2002 )

J.  PRIORITAS KEPERAWATAN
1.  Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas
3. Meningkatkan konsep diri yang positif
4. Mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit / prognosis dan keperluan        pengobatan.  (Doengoes : 2000 )

Tujuan pemulangan
  1. Nyeri hilang / terkontrol
  2. pasien menghadapi situasi saat ini secara realities
  3. Pasien dapat menangani AKS sendiri / dengan bantuan sesuai kebutuhan
  4. Proses / prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami
K.  FOKUS PENGKAJIAN
1.   Aktifitas / Istirahat
Gejala :  - Kesulitan ambulari, tulang menjadi lemah, nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari.
- Limitas : fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan
Tanda :  - Keletihan,malaise,keterbatasan rentang gerak,atrofi otot,kulit,kontraktur pada otot/sendi.
2.   Kardiovaskuler.
Gejala :  fenomena raynaud jari kaki/tangan (misa: pucat interniten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
3.   Integritas Ego
Gejala : faktor stress akut/ kronis misal financial, pekerjaan, ketidak mampuan, faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan, ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi.
4.   Makanan / cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan / cairan adekuat, mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, kekeringan pada membrane mukola
  1. Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,   ketergantungan pada orang lain.
  1. Neurosensori
Gejala : kebas / kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda  : pembengkakan sendi simetris
  1. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :  - Fase akut dari nyeri ( mungkin / mungkin tidak disertai oleh  pembengkakaan jaringan lunak pada sendi ).
-    Rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari )
  1. Keamanan
Gejala :      - kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus
-    Lesi kulit, ulkus kaki
-    Kesulitan dalam menangani tugas / pemeliharaan RT
-    Demam ringan menetap
-    Kekeringan pada mata dan membrane mukosa
  1. Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga / orang lain, perubahan peran, isolasi.

L.  FAKTOR INTERVENSI
1.   Nyeri b/d inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : - Nyeri hilang / terkontrol
KH      :  - Keluhan nyeri hilang
- Pasien terlihat rileks
- Pasien dapat tidur / beristirahat dan berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan.
- Pasien mampu menggabungkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hibyran kedalam program control nyeri.
Intervensi:
1.      Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas
2.      Berikan matras / kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur dan kebutuhan.
3.      Berikan pasien dalam posisi nyaman.
4.      Tempatkan / pantau penggunaan bantal, karung pasir, bebat, brace, bidai
5.      Dorong pasien untuk sering mengubah posisi
6.      Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun / pada waktu tidur.
7.      Berikan massase yang lembut
8.      Kolaborasi dalam pemberian obat – obatan sesuai program, bantu dengan terapi fisik, berikan kompres dingin untuk menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

2.   Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, alat mobilitas dan keterbatasan beban BB.
Tujuan : Agar mobilitas fisik pasien meningkat dan mencegah terjadinya komplikasi.
KH    : - Pasien akan mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya / pembatasan kontraktur.
-    Mempertahan / meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau konpensasi tubuh.
-    Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1.      Evaluasi / pemantauan tingkat inflamasi
2.      Pertahankan istirahat tirah bangun / duduk
3.      Bantu dengan rentang gerak aktif / pasif demikian juga latihan resistif dan isometric jika memungkinkan.
4.      Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personal cukup
5.      Posisikan dengan bantal, kantung pasir, bebal , brace, bidai
6.      Gunakan bantal kecil / tipis di bawah leher untuk mencegah flexi leher
7.      Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, berjalan.
8.      Berikan lingkungan yang aman.
9.      Kolaborasi :
-          Konsul dengan ahli terapi fisik / okupasi dan spesialis rokasional
-          Berikan matras busa / pengubah tekanan
-          Berikan obat – obatan sesuai indikasi
-          Siapkan untukintervensi bedah
3.   Resiko terhadap penyebaran inveksi : pembentukan abses tulang
Tujuan : Agar tidak adanya infersi
KH      :  -  Suhu badan normal
-    Memakai antibiotika sesuai resep
-    Tidak ada pembengkakan
-    Tidak ada pus
-    Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
-    Biarkan darah negatif
Intervensi :
1.      Observasi respon pasien terhadap terapi antibiotika
2.      Observasi tempat pemasangan infuse adanya bukti flebitis atau infritasi
3.      Tingkatkan cuci tangan yang baik pada staf, keluarga, pasien
4.      Gunakan teknik aseptic / kebersihan yang ketat sesuai indikasi untuk menguatkan / mengganti balutan dan bila menangani drain. Intruksikan pasien untuk menyentuh / menggaruk insisi.
5.      Pertahankan alat drainase , perhatikan karakteristik drainase luka
6.      Kaji kulit / warna insisi, suhu dan integritas : perhatikan  adanya eritoma / inflamasi, kehilangan penyatuan luka.
7.      Selidiki keluhan peningkatan nyeri pada luka, perubahan karakteristik nyeri
8.      Awasi suhu perhatikan adanya menggigil
9.      Pantau kesehatan umum dan nutrisi pasien. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan
10.  Kolaborasi :
-          Pertahankan isolasi ulang, bila tepat
-          Berikan antibiotika sesuai indikasi
-          Kultur drainase secara rutin / sesuai kebutuhan

4.   Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan
Tujuan : Mematuhi rencana terapeutik
KH      :  -  Memakai antibiotika sesuai resep
-    Melindungi tulang – tulang yang lemah
-    Memperlihatkan perawatan luka yang benar
-    Melaporkan bila ada masalah segera
-    Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
-    Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
-    Melaporkan peningkatan kekuatan
-    Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan,atau gejala lain di tempat tersebut
Intervensi :
1.      Kaji ulang proses penyakit, prosedur pembedahan, dan harapan yang akan datang
2.      Doromg memilih periode tidur dan aktivitas
3.      Tekankan pentingnya kesinambungan latihan / rehabilitasi yang di anjurkan dalam toleransi pasien : kruk / jalan dengan tongkat, latihan beban badan, berenang, sepeda menetap
4.      Kaji ulang pembatasan aktivitas jangka panjang
5.      Diskusikan kebutuhan lingkungan yang aman di rumah dan menggunakan alat bantu
6.      Kaji ulang perawatan insisi / luka
7.      Tekankan pentingnya kesinambungan menggunakan stoking antiembolik
8.      Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik
9.      Kaji ulang pemasukan diet seimbang termasuk cairan adekuat dank eras
10.  Pantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien  diminta untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluarnya pus, bau, dan dan bertambahnya inflamasi.




























DAFTAR PUSTAKA

-          Sidharta, Priguna, Dr . 1995. Sakit Neuromuskuler . Jakarta : PT Dian Rakyat
-          SC, Smeltzer, Bare. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart, edisi 8 Vol. 3. Jakarta : EGC
-          ME Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
-          Sue Hinclhliff, Cristine. 1999. Kasus Keperawatan edisi 17. Jakarta : EGC :













































HIV/AIDS dan Condom



HIV / AIDS  dan KONDOM
Apa sich  HIV  / AIDS itu ?
HIV itu singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menjangkiti sistem kekebalan tubuh kita dan melumpuhkannya secara perlahan. Jika sudah selesai dalam masa inkubasi (biasanya 2-10 tahun, bergantung kekuatan tubuh yang terinfeksi), maka HIV menjalankan fase penyerangan dan orang tersebut dikatakan terjangkit AIDS.
AIDS sendiri singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu gejala menurunya kekebalan tubuh karena virus HIV. Orang yang terjangkit AIDS dipastikan sama seperti kanker ganas. Tergantung daya tahan tubuhnya. Yang jelas, ia tinggal menghitung hari menuju kematian.
Bagaimana sich cara penularan HIV / AIDS ?
HIV/AIDS dapat menular melalui:
1.   Hubungan seks.
2.   Transfusi darah.
3.   Pemakaian jarum suntik.
Lalu apa hubungannya kondom dengan HIV / AIDS ?
Dulunya para Ginekolog percaya bahwa kondom itu bisa mencegah semua penyakit kelamin. Namun ternyata, setelah penelitian lebih lanjut, ukuran virus HIV 4 kali lipat lebih kecil dari pori-pori kondom dalam keadaan normal (tidak meregang). Virus HIV 1/240 mikron, sedangkan pori-pori kondom 1/60 mikron. Bisa lebih besar lagi kalo meregang waktu dipake.
Nah, dengan demikian, virus HIV tentu mudah sekali melewati kondom. Coba bayangkan, truk selebar 4 meter aja cuman butuh jalan lebar 5 meter dah bisa jalan. Gimana kalo dikasi jalan selebar 16 meter ??????? Bayangkan…….:D
Jadi orang pake kondom untuk apa?
Sebenarnya sekarang ini kondom lebih difokuskan sebagai alat kontrasepsi. Sebagai birth control program alias KB. Coz nggak semua orang cocok dengan obat-obatan dan operasi-operasi kontrasepsi. Kalo lantas kondom disalahgunakan untuk mencegah kehamilan pasangan yang tidak sah, bukan salah kondomnya sih. Itu murni salah orangnya. Dan harus selalu diingat kondom bukanlah alat pencegah dari terjangkitnya HIV / AIDS. Cam kan itu,,,,,,,