“LABIOGENITOPALATO SCHIZIS“
A. Pengertian
Labiogenotopalato schizis adalah kongenital anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah.
B. Penyebab
1.
Kegagalan fase embrio penyebabnya belum diketahui
2.
Faktor herediter
3.
Abnormal kromosom, mutasi gen, dan teratogen (agen atau
faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio).
C. Tanda dan Gejala
1. Pada labioskisis :
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
2. Pada palatoskisis :
a.
Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan
keras dan atau foramen incisive
b. Adanya rongga pada hidung
c. Distorsi hidung
d.
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat
diperiksa dengan jari
e. Kesukaran dalam menghisap atau makan
D. Penatalaksanaan
Cara mencegah aspirasi dan obstruksi jalan nafas saat pemberian makan:
1. Perhatikan pernafasan selama pemberian
makan
2.
Gunakan dot agak besar, rangsang hisap denga sentuhan dot
pada bibir.
3.
Posisi saat pemberian makan: tegak atau setengah duduk.
4. Berikan makan secara perlahan
5.
Lakukan penepukan punggung setelah minum.
Cara mencegah infeksi :
1.
Berikan posisi yang tepat setelah makan : miring ke
kanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
yang dapat berakibat pneumonia.
2.
Kaji tanda-tanda infeksi: kenaikan suhu, demam, bau,
discharge, perdarahan, bengkak.
3.
Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dan steril
4.
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan
alat-alat tidak steril misalnya tenun dll.
5.
Hindari gosok gigi pada nak kira-kira 1-2 minggu.
Cara menjaga keutuhan
kulit :
1.
Bersihkan area sekitar jahitan setelah makan/ minum.
2.
Bersihkan area jahitan dengan normal saline dan kapas
lembab.
3.
Bersihkan sisa-sisa makanan yang ada di sekitar mulut.
4.
Lakukan pergerakan pasif dan aktif untuk memperlancar
sirkulasi dan penyembuhan luka.
5.
Hindari anak menangis yang dapat meregangkan jahitan.
E.
Konsep Dasar Asuhan Keperwatan pada Pasien Dengan Labio
Palato Skizis
Diagnosa keperawatan yang muncul:
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. Penumpukan
sekresi.
2.
Risiko aspirasi b.d. Abnormalitas palatum.
3.
Pola makan bayi tidak efektif b.d. Abnormalitas anatomik.
4.
Kecemasan (orang tua) b.d. Krisis situasional.
5.
Risiko infeksi b.d. Prosedur invasif, sistem imun belum
matur.
6.
Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d.
Kurangnya informasi.
F.
Perencanaan Pada Pasien Dengan Labiogenitopalato schizis
NO |
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
PERENCANAAN
|
||
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||
1.
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan
sekresi
|
Bayi menunjukkan status respiratori: Kepatenan jalan
nafas setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria:
1.
Menunjukkan kepatenan jalan nafas setiap waktu.
2.
Mendemonstrasikan suara nafas bersih, bebiogenitas
cyanosis dan dyspnea.
|
1.
Manajemen
jalan nafas.
a.
Auskultasi
suara nafas.
b.
Atur
pemberian bronkodilator.
c.
Atur
pemberian aerosol/nebulizer.
d.
Atur
posisi untuk mengurangi dyspnea.
e.
Monitor status pernafasan dan oksigen.
2.
Suction
jalan nafas.
a. Kaji kebutuhan oral/trakheal
suction.
b.
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction.
c.
Gunakan pencegahan universal; sarung tangan, masker,
baju pelindung.
d. Berikan oksigen selama suction.
e. Lakukan suction oropharing setelah
suction trakheal selesai.
f.
Catat tipe dan jumlah sekresi.
g.
Kirim sekresi untuk kultur dan tes sensitivitas jika
perlu.
|
Normalnya bersih, adanya krakles selama inspirasi
menunjukkan adanya cairan di jalan nafas
Menurunkan resistensi jalan nafas terhadap bronkokonstriktor.
Menghindari mukosa kering dan memaksimalkan kerja silia
menggerakkan sekret.
Posisi kepala lebih tinggi memaksimalkan pertukaran
udara dan ekspansi paru.
Dengan adanya sekresi pada jalan nafas RR akan naik.
Menentukan perlu tidaknya suction dilakukan.
Melihat
hasil suction yang dilakukan.
Menjaga kesterilan tindakan dan perlindungan diri dan
pasien.
Mencegah dyspnea.
Mengatasi sumbatan karena sekresi melalui bagian yang
dalam dulu agar hasil maksimal.
Normalnya sputum bersih dan minimal.
Menentukan jenis kuman dan obat yang cocok untuk
membasmi kuman.
|
2.
|
Risiko
aspirasi b.d. abnormalitas palatum
|
Bayi dapat menunjukkan kontrol aspirasi selama dalam
perawatan dengan kriteria:
1. Tidak terjadi aspirasi
|
1. Pencegahan aspirasi
a.
Monitor tingkat kesadaran, refleks batuk, dan kemampuan
menelan.
b. Monitor status pernafasan.
c.
Beri makan/minum dalam ukuran kecil.
d.
Cek posisi NGT sebelum memberikan minum.
e.
Cek residu NGT sebelum memberikan minum.
f.
Jangan beri minum jika residu banyak.
g.
Mintakan obat dalam bentuk eliksir.
h.
Berikan makanan dalam bentuk cair.
i.
Biarkan bagian kepala elevasi 30-45 menit setelah
makan.
j.
Cek refleks gag dan kemampuan menelan sebelum pemberian
makan per oral.
k.
Pantau tanda-tanda aspirasi ketika pasien makan.
2. Pengaturan posisi
a.
Tempatkan pasien diatas tempat tidur terapeutik.
b. Atur posisi sesuai body aligment.
c.
Jika memungkinkan berikan posisi semi fowler.
d.
Beri posisi tidur kepala lebih tinggi daripada kaki dan
beri dukungan pada leher.
3. Monitor pernafasan
a.
Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, sesak nafas.
b.
Monitor suara nafas sebelum dan sesudah makan.
c. Monitor kemampuan batuk.
|
Memastikan kondisi pasien dan
faktor-faktor yang meningkatkan risiko aspirasi.
Menjamin kepatenan jalan nafas.
Meminimalkan faktor risiko
sumbatan karena benda padat.
Memastikan selang benar-benar
masuk ke lambung bukan jalan nafas.
Menentukan keadekuatan peristaltik
dan kerja lambung dalam mencerna makanan.
Dapat dimasukkan melalui NGT dan
mengurangi risiko sumbatan jalan nafas.
Mempertahankan ekspansi dada dan
mencegah refluks makanan dari lambung.
Memastikan pasien siap makan/minum
melalui mulut tanpa risiko aspirasi.
Memberikan kenyaman pasien.
Memberikan ekspansi dada maksimal
untuk pemasukan oksigen yang lebih lancar dan mencegah refluks cairan lambung
ke saluran nafas.
Mendapatkan tanda aspirasi dan
status kegawatan pasien.
Menentukan keadekuatan masukan
oksigen.
Melihat adanya penumpukan sekresi
dan perubahan organ paru.
Menilai status pasien dan
kemampuannya untuk mengeluarkan aspirat.
|
3.
|
Pola makan bayi tidak efektif b.d.
abnormalitas anatomik.
|
Kecukupan status nutrisi bayi selama dalam perawatan dengan kriteria:
1.
Masukan makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
|
1. Pemberian makanan enteral
a. Masukkan/pasang selang NGT.
b.
Gunakan plester untuk mengamankan posisi selang.
c.
Monitor posisi selang dengan inspeksi rongga mulut, cek
residu, atau dengarkan.
d.
Monitor suara perut setiap 4-8 jam, cek residu setiap
4-6 jam.
e.
Monitor status cairan dan elektrolit.
f.
Konsultasikan dengan tim kesehatan untuk pemilihan tipe
dan kekuatan selang NGT.
g.
Tinggikan kepala selama pemberian makan.
h.
Tahan dan bicaralah pada bayi selama pemberian makan.
i.
Pertahankan posisi kepala 30-60 menit setelah makan
sebelum kepala diturunkan.
j.
Gunakan prinsip bersih dalam memberi makanan melalui
selang NGT.
k.
Bersihkan kulit sekitar daerah insersi dengan air dan
sabun bayi.
l.
Gunakan prinsip gravitasi dalam pemberian makanan
(posisi makanan lebih tinggi).
|
Jalur yang memungkinkan intake makanan dan minuman jika
per oral tidak dianjurkan.
Agar selang tidak berubah posisi
karena tertarik.
Memastikan ketepatan posisi selang
NGT di dalam lambung.
Menilai keadekuatan dan status
pencernaan.
Menilai kebutuhan dan kurangnya
intake.
Ketepatan pemilihan menentukan
tingkat keberhasilan penggunaan.
Meningkatkan masukan cairan
makanan/minuman disamping mencegah aspirasi.
Stimulasi aktivitas makan biasa
pada bayi.
Mencegah refluks isi lambung.
Memperkecil risiko infeksi karena
masuknya kuman dari luar.
Mencaga kulit tetap intact.
Mempercepat dan memperlancar
pemberian makanan.
|
4.
|
Kecemasan (orang tua) b.d. krisis
situasional.
|
Orang tua menunjukkan kontrol
kecemasan setelah 3 x 24 jam tindakan keperawatan dengan kriteria:
1.
Dapat mengidentifikasi, verbalisasi, dan
mendemonstrasikan teknik menurunkan kecemasan.
2.
Menunjukkan postur, ekspresi wajah, perilaku, tingkat aktivitas yang
menggambarkan kecemasan menurun.
3.
mampu mengidentifikasi dan verbalisasi penyebab cemas.
|
1. Reduksi kecemasan
a.
Kaji tingkat kecemasan dan respon fisiknya.
b.
Gunakan kehadiran, sentuhan (dengan ijin), verbalisasi
untuk mengingatkan orang tua tidak sendiri.
c.
Terima pasien dan keluarganya apa adanya.
d.
Gali reaksi personal dan ekspresi cemas.
e. Bantu mengidentifikasi penyebab.
f.
Gunakan empati untuk mendukung orang tua.
g. Anjurkan untuk berfikir positif.
h. Intervensi terhadap sumber cemas.
i.
Jelaskan
aktivitas, prosedur.
j.
Gali
koping orang tua.
k. Ajarkan tanda-tanda kecemasan.
l.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
|
Secara normal merupakan respon
fisik dan psikologis terhadap perubahan internal dan eksternal.
Memberikan dukungan dan
ketersediaan komunikasi.
Akan merasa aman.
Mungkin dapat menurunkan cemas.
Membantu menentukan
penatalaksanaan
Cemas merupakan respon negatif
terhadap bahaya.
Membantu menurunkan kecemasan.
Jika ancaman dihentikan respon
cemas akan berhenti.
Ketidaktentuan dan tidak adanya
prediksi menyokong terjadinya cemas.
Metode koping dapat membantu menurunkan
kecemasan.
Informasi merupakan kekuatan dan
menurunkan kecemasan.
Terbukti
efektif menurunkan kecemasan.
|
5.
|
Risiko
infeksi b.d. prosedur invasif, sistem imun belum matur.
|
Menunjukkan kontrol infeksi selama dalam perawatan
dengan keiteria:
1. Bebas dari tanda infeksi.
2. Mendemonstrasikan tindakan hygienes
seperti mencuci tangan, oral care, perineal care.
|
1. Kontrol infeksi
a.
Bersihkan lingkungan secara rutin, batasi jumlah
pengunjung.
b.
Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan, gunakan
sarung tangan dalam setiap tindakan, ganti iv line sesuai protap, gunakan
perawatan aseptik pada iv line.
c. Pantau TTV
d.
Berikan intake mutrisi yang adekuat, berikan cairan dan
istirahat yang cukup.
e. Atur pemberian antibiotik.
f.
Ajarkan kepada keluarga tanda-tanda infeksi.
2. Proteksi infeksi
a.
Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik.
b. Monitor granulosit, WBC,
diferensiasi.
c.
Inspeksi kulit dan mukosa dari kemerahan, panas, atau
drainase.
d. Batasi pengunjung.
e. Pertahankan teknik isolasi.
f.
Ajarkan kepada keluarga cara mencegah infeksi.
|
Meminimalkan terpaparnya organisme
kontaminasi & trasmisi infeksi.
Mempertahankan prinsif septik
& aseptik dapat mencegah masuknya kuman patogen dan apatogen.
Peningkatan TTV salah satu tanda
infeksi.
Meningkatkan keadaan umum pasien
dan kekebalan humoral.
Membunuh kuman penyebab infeksi.
Mempercepat penentuan intervensi
Meminimalkan terpaparnya organisme
kontaminasi & trasmisi infeksi.
Peningkatan WBC merupakan inikasi
terjadi infeksi
Mencegah kerusakan kulit dan
infeksi.
Mengidentifikasi penyebab yang
berhubungan dengan infeksi.
Meningkatkan partisipasi keluarga
dalam perawatan pasien.
|
6.
|
Kurang pengetahuan: penyakit,
prosedur perawatan b.d. kurangnya informasi.
|
Orang tua menunjukkan pemahaman
akan proses penyakit dan prosedur perawatan setelah tindakan 3 x 24 jam
dengan kriteria:
1.
Dapat menjelaskan status penyakit, pengobatan, paham
akan perawatan yang dilakukan.
|
1. Ajarkan: Proses penyakit
a.
Tentukan tingkat pengetahuan keluarga yang berhubungan
dengan proses penyakit.
b. Jelaskan
patofisiologi penyakit dan hubungankan dengan anatomi dan fisiologi, tanda
dan gejala, proses penyakit, penyebab yang mungkin. Sediakan informasi tentang kondisi
pasien.
c.
Gambarkan rasionalitas dari terapi/perawatan yang
diberikan dan komplikasinya.
d.
Diskusikan tentang perubahan gaya hidup pada pasien
yang mungkin dibutuhkan.
e.
Anjurkan keluarga untuk mengenali tanda gejala dan
melaporkannya.
f.
Klarifikasi informasi yang diberikan oleh tim kesehatan
lain sebelum informasi kita berikan.
|
Menilai
kebutuhan informasi keluarga dan pasien serta tingkat penerimaan.
Memberikan informasi yang adekuat
dapat meningkatkan peran serta keluarga dan kepatuhan akan tindakan terapi,
diagnostik dan perawatan.
Untuk mengontrol penyakit dan
mencegah hal yang lebih buruk.
Memberikan keputusan ditangan
pasien dan keluarga dengan informasi yang akurat dan adekuat.
Melibatkan keluarga dalam tindakan
pencegahan komplikasi.
Mencegah pemberian informasi yang
berlawanan dan tidak efektif.
|
G. Implementasi
Implementasi
atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Iyer et al, 1996) dalam Nursalam (2001). Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
H. Evaluasi
Implementasi
atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Iyer et al, 1996) dalam Nursalam (2001). Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
1.
Definisi
Bayi dengan BBLR termasuk dalam bayi baru lahir risiko
tinggi yaitu keadaan di mana neonatus tanpa memperhatikan usia gestasi atau BB
mempunyai kemungkinan morbiditas atau mortalitas yang lebih besar dari
rata-rata karena kondisi yang tumpang tindih pada keadaan normal suatu kejadian
yang dikaitkan dengan kelahiran dan penyesuaian pada keadaan ekstrauterine.Bayi
yang lahir dengan BB di bawah 10% pada kurva pertumbuhan intrauterine, bayi
tersebut dapat lahir pada kondisi preterm, term, atau postterm.
2.
Klasifikasi
a.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR): bayi yang lahir
dengan BB kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi.
b.
Berat badan lahir sangat rendah sekali atau bayi berat
badan lahir ekstrem rendah: bayi yang lahir dengan BB kurang dari 1000 gram.
c.
Berat badan lahir sangat rendah: bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 1500 gram.
d.
Berat badan lahir rendah sedang: bayi yang lahir dengan
BB antara 1501 – 2500 gram
e.
Bayi kecil untuk kelahiran atau kecil untuk usia gestasi:
bayi yang lahir dengan BB berada di bawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan
intrauterin.
f.
Retardasi pertumbuhan intrauterine (Intrauterine Growth
Retardation/IUGR): ditemukan pada bayi yang pertumbuhan intrauterinenya
mengalami retardasi (terkadang digunakan sebagai istilah yang lebih deskriptif
untuk bayi kecil untuk masa gestasi).
g.
Bayi besar untuk usia gestasi: bayi yang BB-nya berada di
atas presentil ke-90 pada kurva perumbuhan intrauterine.
3.
Etiologi
a. Kelainan pada janin.
b. Gangguan fungsi plasenta.
c.
Ibu (penyakit vaskuler, keadaan uterus yang buruk, dll).
d. Infeksi ( ibu dan anak).
e. Obat dan merokok, dll.
4.
Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin prematur
bayi, maka akan semakin tinggi risiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi:
a.
Menurunnya simpanan zat gizi, cadangan makanan di dalam
tubuh sedikit. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral seperti zat besi,
kalsium, fosfor, dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
b.
Meningkatnya kebutuhan energi dan nutrien untuk
pretumbuhan dibandingkan BBLC.
c.
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan.
Koordinasi antara reflek hisap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk
mencegah aspirasi pneoumonia belum berkembang denan baik sampai kehamilan 32 –
34 minggu. Penundaan pengosongan lambung atau buruknya motilitas usus sering
terjadi pada bayi preterm.
d.
Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan, pada bayi
preterm mempunyia lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm. Produksi
amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak
dan karbohidrat juga menurun. Begitu pula kadar laktose (enzim yang diperlukan
untuk mencerna susu) juga sampai sekitar kehamilan 34 minggu.
e. Paru yang
belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat.Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangn panas akibat permukaan tubuh dibanding dengan BB dan
sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit. Kehilangan
panas ini akan meningkatkan kebutuhan akan kalori.
5.
Masalah
yang mungkin muncul
Masalah yang sering dihadapi bayi BBLR adalah imaturitas organ-organ tubuh
karena lahir kurang bulan. Beberapa
gangguan akibat belum matangnya organ-organ tersebut:
a.
Sistem pengaturan tubuh yang belum matur, menyebabkan
BBLR membutuhkan perawatan khusus dalam inkubator.
b.
Sistem imunologi yang belum berkembang dengan baik
menyebabkan bayi sangat rentan terhadap infeksi.
c.
Imaturitas sistem syataf pusat menyebabkan mudahnya
terjadinya perdarahan peribentruker.
d.
Imaturitas paru memudahkan terjadinya penyakit membran
hialin.
e.
Imaturitas
metabolisme bilirubin mempermudah terjadinya hiperbiliribinemia.
f.
Imaturitas saluran pencernaan mempermudah terjadinya
sindrom malabsorbsi.
6.
Faktor
risiko BBLR
a.
Ibu berusia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35
tahun.
b.
Anemia.
c.
Malnutrisi.
d.
Anak
kembar.
7.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan BBLR
a. Pengkajian
1)
Pengkajian
umum
a)
Dengan menggunakan timbangan elektronik, timbang setiap
hari, atau lebih sering apabila diinstruksikan.
b)
Ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik.
c)
Gambarkan bentuk dan ukuran tubuh umum, postur saat
istirahat, kemudahan bernafas, adanya edema, dan lokasinya.
d)
Gambarkan adanya deformitas yang nyata.
e)
Gambarkan adanya tanda disstres: warna buruk, mulut
terbuka, kepala terangguk-angguk, meringis, alis berkerut.
2)
Pengkajian
pernafasan
a)
Gambarkan bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan,
adanya insisi, selang dada, atau penyimpangan lain.
b)
Gambarkan otot aksesori: pernafasan cuping hidung atau
substansial, interkostal, atau retraksi subklavikular.
c)
Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan.
d)
Auskultasi dan gambarkan bunyi pernafasan: stridor,
krekels, mengi, ronki basah, area yang tidak ada bunyinya, mengorok, penurunan
udara masuk, keseimbangan bunyi nafas.
e)
Tentukan
apakah penghisapan diperlukan.
f)
Gambarkan tangisan bila tidak diintubasi.
g)
Gambarkan oksigen ambien dan metode pemberian, bila
diintubasi gambarkan ukuran selang, jenis ventilator dan penyiapannya, serta
metode pengamanan selang.
h)
Tentukan saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan
tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida dengan oksigen transkutan dan
karbondioksida transkutan.
3)
Pengkajian
kardiovaskular
a)
Tentukan frekuensi dan irama jantung.
b)
Gambarkan bunyi jantung, termasuk adanya murmur.
c)
Tentukan titik intensitas maksimum, titik di mana bunyi
dan palpasi denyut jantung yang terkeras (perubahan pada titik intensitas
maksimum dapat menunjukkan pergeseran mediastinal).
d)
Gambarkan warna bayi: sianosis, pucat, pletora, ikterik,
mottling.
e)
Kaji warna kuku, membran mukosa, bibir.
f)
Tentukan tekanan darah. Tunjukkan ekstremitas yang
digunakan dan ukutan manset, periksa setiap ekstremitas setidaknya sekali.
g)
Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (< 2 – 3
detik), perfusi perifer mottling.
h)
Gambarkan monitor, parameternya, dan apakah alarm berada
pada posisi “on”.
4)
Pengkajian
gastrointestinal
a)
Tentukan distensi abdomen: lingkar perut bertambah, kulit
mengkilat, tanda-tanda eritema dinding abdomen, peristaltik yang dapat dilihat,
lengkung susu yang dapat dilihat, status umbilikus.
b)
Tentukan adanya tanda-tanda regurgitasi dan waktu yang
berhubungan dengan pemberian makan.
c)
Gambarkan jumlah, warna, konsistensi, dan bau dari adanya
muntah.
d)
Gambarkan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa
adanya darah samar dan atau penurunan substansibila diinstruksikan atau
diindikasikan dengan tampilan feses.
e)
Gambarkan bisisng usus, ada atau tidak ada.
5)
Pengkajian
genitourinaria
a)
Gambarkan
adanya abnormalitas genetalia.
b)
Gambarkan jumlah urin (warna, pH, dll).
c)
Periksa BB (pengkajian paling akurat untuk hidrasi).
6)
Pengkajian
neurologis-muskuloskeletal
a)
Gambarkan gerakan bayi: acak, bertujuan, gelisah,
kedutan, spontan, menonjol, tingkat aktivitas dengan stimulasi, evaliasi
berdasarkan usia gestasi.
b)
Gambarkan posisi atau sikap bayi: fleksi, ekstensi.
c)
Gambarkan reflek yang diamati: moro, menghisap, Babinski,
reflek plantar, dan reflek yang diharapkan.
d)
Tentukan perubahan pada lingkar kepala (bila
diindikasikan).
7)
Pengkajian
suhu
a)
Tentuka suhu kulit dan aksila.
b)
Tentukan
dengan suhu lingkungan.
8)
Pengkajian
kulit
a)
Gambarkan
adanya perubahan warna, area kemerahan, tanda iritasi, lepuh, abrasi atau area
gundul, khususnya di mana alat pemantau, infus, atau alat lain lontak dengan
kulit, periksa juga dan perhatikan adanya preparat kulit yang digunakan (misal
plester,, providin-iodin).
b)
Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, halus,
pecah-pecah, terkelupas, dll.
c)
Gambarkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
d)
Tentukan apakah kateter infus intravena atau jarum berada
pada tempatnya dan amati adanya tanda-tanda infiltrasi.
e)
Gambarkan jalur pemadangn kateter infus intravena, jenis
(arteri, vena, perifer, umbilikus, sentral, vena sentral perifer), jenis infus
(obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lemak, nutrisi parenteral total), jenis
pompa infus dan frekuensi aliran, jenis jarum (kupu=kupu, kateter), tampilan
area insersi.
9)
Tanda stres atau keletihan pada neonatus
a) Stres otonomik
·
Akrosianosis.
·
Pernafasan
dalam dan cepat.
· Frekuensi
jantung reguler dan cepat.
b) Perubahan pada status
·
Status
tidur atau dangkal.
·
Menangis
atau rewel.
· Mata
berkaca-kaca atau kewaspadaan tegang.
c) Perubahan perilaku
· Mata
tidak berfokus atau tidak terkoordinasi.
·
Lengan
dan kaki lemas.
· Bahu
flaksid turun ke belakang.
·
Cegukan.
·
Bersin.
·
Menguap.
·
Mengejan,
buang air besar.
b. Diagnosa yang mungkin muncul
1)
Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru dan
neorumuskular, penurunan energi, dan keletihan.
2)
Termoregulasi tidak efektif b.d kontrol suhu yang imatur
dan penurunan lemak tubuh subkutan.
3)
Resiko infeksi b.d pertahanan imunologis yang kurang.
4)
Risiko gangguan integritas kulit b.d struktur kulit
imatur, imobilitas, penurunan status nutrisi, prosedur invasif.
5)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
ketidakmampuan mencerna nutrisi.
6) Nyeri b.d prosedur,.
7)
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d lingkungan
NICU, perpisahan dari orang tua.
8) Perubahan proses keluarga b.d krisis
situasi, gangguan proses kedekatan orangtua.
c. Rencana keperawatan
No
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Klien
menunjukkan oksigenasi yang adekuat.
Kriteria hasil:
jalan nafas tetap paten
|
1.
Posisi untuk pertukaran udara yang optimal, seperti
posisi telungkup dan posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan
hidung menghadap ke atap dalam posisi “mengendus”
2.
Hindari
hiperekstensi leher.
3.
Lakukan
pengisapan.
4.
Gunakan teknik penghisapan yang tepat.
5.
Gunakan teknik pengisapan dua-orang.
6.
Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainage postural yang
sesuai.
7.
Hindari
penggunaan posisi Trendelenburg.
8.
Gunakan posisi semi-telungkup atau miring.
9.
Pertahankan suhu lingkungan yang netral.
|
1.
Telungkup: posisi ini menghasilkan perbaikan
oksigenasi, pembrian makan ditoleransi dengan lebih baik, dan lebih mengatur
pola tidur. Telentang:
untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
2.Karena
akan mengurangi diameter trakhea.
3. Menghilangkan
mukus yang terkumulasi dari nasofaring, trahkea, dan selang endotrakheal.
4.Karena
penghisapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan
nafas, penumothoraks, dan hemoragi intraventrikuler.
5.Karena
asisten dapat memberikan hiperoksigenasi dengan cepat sebelum dan setelah
insersi kateter.
6. Drainage pustural mempermudah
drainage sekret.
7.Karena
ini akan menyebabkan peningkatan TIK dan menurunkan kapasitas paru akibat
dari gravitasi yang mendorong organ ke arah diafragma.
8.Untuk
mencegah aspirasi pada bayi dengan mukus berlebihan atau yang sedang diberi
makan.
9.Untuk menghemat
penggunaan oksigen.
|
2
|
Klien
mempertahankan suhu tubuh stabil.
Kriteria hasil:
Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pascakonsepsi.
|
1.
Tempatkan
bayi pada incubator
2.
Atur
unit servokontrol atau control suhu udara sesuai kebutuhan
3.
Gunakan pelindung panas plasti bila tepat
4.
Pantau
nilai glukosa darah.
|
1.
Mempertahankan
suhu stabil
2.
Mempertahankan suhu kulit dalam rentang termal yang
dapat diterima.
3.
Menurunkan
kehilangan panas
4.
Untuk
menentukan euglikemia.
|
3
|
Klien tidak
menunjukkan infeksi nosokomial.
Kriteria hasil:
bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial.
|
1.
Pastikan untuk selalu cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat bayi, alat kontak dengan bayi sudah bersih atau steril.
2.
Cegah personel dengan infeksi saluran pernafasan atas
atau infeksi menular agar tidak mengadakan kontak langsung dengan bayi.
3.
Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai
kebijakan institusional.
4.
Instruksikan pekerja perawatan kesehatan da orangtua
dalam prosedur kontrol infeksi.
5.
Beri terapi antibiotik sesuai instruksi.
|
1.
meminimalkan pemajanan pada organisme infektif.
2.
Untuk mencegah penularan penyakit dari petugas ke bayi.
3.
Untuk mencegah penularan penyakit kepada bayi lain.
4.
Untuk
mencegah infeksi nosokomial.
5.
Untuk
mematikan agen infeksius
|
4
|
Klien mempertahankan intergritas
kulit.
Kriteria hasil:
kulit tetap bersih dan utuh tanpa tanda-tanda iritasi atau cedera.
|
1.
Bersihkan kulit dengan sabun lembut atau pembersih.
2.
Bersihkan area di mana terjadi kerusakan kulit (mata ,
area oral,perianal, dll) setiap hari.
3. Berikan zat pelembab setelah
dibersihkan
4.
Gunakan plester atau perekat minimal pada kulit yang sangat
sensitive.
5.
Pastikan bahwa jari-jari tangan atau jari kaki dapat
terlihat kapan pun, ekstremitas digunakan untuk jalur IV atau arterial.
6.
Kurangi pergesekan dengan menjaga agar kulit tetap
kering, gunakan linen serta pakaian yang halus dan lembut.
7.
Jangan memasase daerah tonjolan tulang yang memerah,
8.
Berikan penghilang tekanan pada area ini sebagai
gantinya.
9.
Secara rutin kaji status nutrisi anak.
|
1.Untuk menjaga kebersihan
kulit.
2.
Untuk mencegah tetjadinya rash pada kulit.
3.
untuk menpertahankan kelembaban dan rehidrasi kulit
4.
Untuk
menghindari alergi kulit.
5.
Untuk mencegah adanya luka pada daerah lipatan dan
untuk mencegah plebitis pada daerah insersi.
6.
Untuk mencegah luka gesekan pada bayi.
7.
karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan dalam
8.
mencegah luka dekubitus pada bayi.
9.
Nutrisi bagus membantu mempertahankan integritas kulit.
|
5
|
Klien mndapatkan nutrisi yang
adekuat, dengan masukan kalori untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif, dan menunjukkan penambahan BB yang tepat.
Kriteria hasil:
Bayi mendapatkan kalori dan nutrien esensial yang adekuat.
|
1. Pertahankan cairan dan nutrisi parenteral
2.
Pantau adanya tanda-tanda intoleransi terhadap terapi
patenteral total, terutama protein dan glukosa.
3.
Kaji kesiapan bayi umtuk menyusu ibu, kemampuan mengkoordinasikan
menelan dan pernafasan.
4.
Susukan bayi pada payudara ibu bila penghisapan kuat,
serta menelan dan refleks muntah ada
5.
Ikuti protokol unit untuk meningkatkan volume dan
konsentrasi formula.
6.
Gunakan pemberian makan orogastrik bila bayi mudah
lelah, refleks muntah atau menelan yang lemah.
7. Bantu ibu mengeluarkan ASI
|
1. Untuk mempertahankan balance cairan.
2.
Untuk menncegah terjadi diare karena intileransi
laktosa.
3. Untuk menghindari terjadinya
tersedak.
4. Untuk meminimalkan risiko aspirasi.
5.
Untuk menghindari intoleransi pemberian makan.
6.
Karena makan dengan ASI dapat mengakibatkan penurunan
BB.
7.
Untuk menciptakan dan mempertahankan laktasi sampai
bayi dapat menyusu ASI.
|
6
|
Klien mencapai
pertumbuhan dan perkembangan potensial yang normal.
Kriteria hasil:
Bayi menunjukkan penambahan BB mentap saat melewati fase akut penyakit. Bayi hanya terpapar stimulasi yang
tepat.
|
1.
Gunakan berbagai stategi pengkajian nyeri.
2.
Gunakan skala pengkajian nyeri hanya untuk nyeri.
3.
Kaji efektifitas tindakan nyeri nonfarmakologis.
4.
Evaluasi perubahan perilaku dan fisiologis.
5. Observasi adanya perbaikan perilaku
6.
Anjurkan orangtua untuk memberi tindakan kenyamanan
bila memungkinkan.
|
1.
Strategi yang berbeda meberikan informasi kualitaitf
dan kuantitatif
2.
Penggunaan skala ganda, menyebabkan anak kehilangan
minat pada skala.
3.
Karena
beberapa tindakan
4.
indikator umum pada bayi dan nilai khusus dalam
mengkaji pada pasien nonverbal.
5.
petunjuk terbaik untuk nyeri yang ada sebelum pemberian
analgesik.
6.
orangtua adalah orang yang paling mengetahui tentang
anak mereka.
|
7
|
Klien mencapai
pertumbuhan dan perkembangan potensial yang normal. Kriteria hasil: bayi hanya terpapar
stimulus yang tepat.
|
1. Berikan nutrisi optimal
2.
Berikan periode istirahat yang teratur tanpa gangguan.
3.
Berikan intervensi perkembangan sesuai usia.
4.
Kenali adanya tanda-tanda stimulasi berlebihan
(flaksiditas, menguap, membelalak, memalingkan wajah dengan aktif, peka
rangsang, menangis).
5. Tingkatkan interaksi orangtua-bayi.
|
1.
menjamin penambahan BB yang mantap dan pertumbuhan
otak.
2.
menurunkan penggunaan kalori dan oksigen yang tidak
perlu.
3.
mendapatkan tingkat perkembangan sesuai dengan usia.
4.
bayi dapat dibiarkan untuk istirahat.
5.
hal yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan
nornal.
|
8
|
Klien
(keluarga) mendapatkan informasi tentang kemajuan bayi.
Kriteria hasil:
ortu mengekspresikan perasaan dan
kekuatiran mengenai bayi dan prognosis, menunjukkan pemahaman dan
keterlibatan dalam perawatan.
|
1. Prioritaskan informasi.
2.
Bersikap jujur, berespon p[ada pertanyaan dengan
jawaban yang benar.
3.
Dorong ibu dan ayah untuk berkunjung dan atau
menghubungi unit dengan sering.
4.
Tekankan aspek positif dari status bayi.
|
1.
Untuk membantu orangtua memahami aspek paling penting
dari perawatan, tanda perbaikan, atau penyimpangan pada kondisi bayi.
2. Untuk menciptakan rasa percaya.
3.
Sehingga mereka mendapat informasi tentang kemajuan
bayi.
4. Untuk mendorong rasa pengharapan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar