KONSEP
PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:
PNEUMONIA +
STATUS ASMATIKUS
A.
KONSEP PENYAKIT
1.
STATUS ASMATIKUS
a.
Definisi
Status
asmatikus adalah salah satu kedaruratan medis karena serangan asma akut yang
refraktori, keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan β-adrenergik atau
teofilin intravena.
b.
Etiologi
1) Faktor genetik
2) Faktor lingkungan
3) Bahan alergen
4) Infeksi saluran nafas (terutama virus)
5) Polusi udara
6) Faktor makanan
Faktor
pencetus biasanya:
1) alergen
2) fisik
3) bahan kimia
4) infeksi
5) faktor mekanik
6) faktor psikis
c.
Manifestasi Klinis
1) Pasien menunjukkan gambaran dramatis ansietas akut, usaha
bernafas dengan keras, takikardia, dan berkeringat.
2) Penyimpangan fungsi paru menyebabkan hipoventilasi
alveolar dengan hipoksemia lanjut, hiperkapnia, dan asidemia.
3) Peningkatan PCO2 adalah indikasi objektif pertama.
4) Dehidrasi, batuk kronis, nafas pendek, mengii, obstruksi
jalan nafas, hiperinflasi dan hipoksemia skunder terhadap ketidakcocokan
ventilasi/perfusi dan penyimpangan pertukaran gas.
d.
Patofisiologi
Asma
Pohon bronkial hiperaktif
Bronkospasme
Penyempitan jalan
nafas
Peningkatan kerja
pernafasan
Peningkatan
kebutuhan O2 Peningkatan kehilangan air tak tampak
sebagai penguapan ekshalasi
Takikardia
Penurunan masukan oral
Takipnea
Plak mukosa
Gelisah
Atelektasis
Hipoksemia
(Hudak
& Gallo, 1997: 567)
e.
Penatalaksanaan
1) Terapi O2, koreksi dehidrasi, koreksi nutrisi.
2) Terapi farmakologi: bronkodilator, metilksantin, amin
simpatomimetik, dan kortikosteroid.
2.
PNEUMONIA
a.
Definisi
Pneumonia
adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga
alveoli oleh eksudat.
b.
Macam – macam pneumonia, etiologi, manifestasi klinis dan
farmakoterapi:
Tipe |
Etiologi
|
Faktor resiko
|
Tanda dan gejala
|
Farmakoterapi
|
Sindroma tipikal
|
Strekokus pneumonia, tanpa
penyulit.
Strekokus pneumonia,dengan
penyulit (empyema penyebaran infeksi).
|
Penyakit sickle sel,
hipogamaglobulinemia, multiple myeloma.
|
Onset mendadak dingin,
menggigil, demam (39-400C), nyeri dada pleuritis, batuk produktif,
sputum hijau dan purulen dan mungkin mengandung bercak darah”berkarat”,
hidung kemerahan, retraksi interkostal,penggunaan otot aksesorius, timbul
sianosis.
|
Obat terpilih:
Penisilin G procain, IM
aqueous cystalline penisilin G, IV penisilin V.
Obat efektif lainnya:
eritromisin, klindamisisn, cephalosprin, penisilin laintrimetropin dan
sulfametoksazol.
|
Sindroma atipikal
|
Haemophilus influenzae.
Stafilokokus aureus.
Penyebab umum:
Mycoplasma pneumonia,
virus patogen.
Penyebab tak umum:
Legionella pneumophilia.
pneumocystic carinii.
|
Usia tua, COPD, influenza
terakhir.
Anak-anak, dewasa muda.
ISN terbaru influenza.
Transplantasi
ginjal,penyakit otoimun,defisit imunologi,debilitas.
|
Onset bertahap dlm 3-5
hari, malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, nyeri dad
karena batuk.
Seperti di atas ditambah
nyeri abdomen, diare, suhu >400C, distres pernafasan.
Gagal ginjal,
hiponatremia, hipofosfatemia, kreatinin fosfokinase/onset bertahap dengan
peningkatan dispneu, batuk kering, takipneu, hipoksemia, rontgen:gambaran
interstitial diffus.
|
Penisilin G, ampisil.
Obat efektif
lainnya;kloramfenikol (cefamandole, trimetroprim, sulfametoksazol, nafsilin).
Obat
terpilih;eritromisisn.
Obat efektif lainnya:
tetrasiklin.
Obat terpilih:
eritromisin.
Obat efektif
lainnya:rifampisin, gentamisin.
Trimetroprim, pentamidine.
|
Sindroma aspirasi
|
Aspirasi: basil gram
negatif, klebsiela, pseudomonas, serratia, enteribacter, escherichia proteus,
basil gram positif.
Stafilokokus, aspirasi
asam lambung.
|
Alkoholisme debilitas,
perawatan (misal infeksi nosokomial), gangguan kesadaran.
|
Anaerob campuran:mulanya
onset perlahan, demam rendah, batuk, sputum produksi/bau busuk, foto
dada:jaringan interstitial yang terkena tergantung bagian parunya.
Infeksi gram
positif/negatif.
Gambaran klinik mungkin
sama dengan pneumonia klasik, distres respirasi mendadak, dispneu berat,
sianosis, batuk, hipoksemia, diikuti tanda-tanda infeksi skunder.
|
Terapi antibiotika
tergantung pada penyebab infeksi.
|
Hematogen
|
Aspirasi zat inert: air,
barium, bahan makanan. Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru
melalui aliran darah; stafilokokus, E.coli, anaerob enterik.
|
Kateter intravena yang
infeksi, endokarditis, penyalahgunaan obat, abses intra abdomen, pyonefrosis,
empyema kandung kemih.
|
Gejala pulmonal timbul
minimal jika dibandingkan gejala septikemia, batuk non produktif dan nyeri
pleuritik sama seperti pada emboli paru merupakan keluhan tersering.
|
Obat terpilih: nafcilin
IV,ampisiln IV + gentamisisn/tobramisin, klindamisin IV, + gentamisisn/tobramisin.
|
c.
Patofisiologi
Asma
Pohon
bronkial hiperaktif
Bronkospasme
Penyempitan jalan nafas
Resiko kekurangan volume cairan
Peningkatan
kerja pernafasan
Peningkatan kebutuhan O2
Peningkatan kehilangan air tak tampak
sebagai
penguapan ekshalasi
Bakteri/virus/zat
alergen
Takikardia
Penurunan masukan oral
Takipnea Plak
mukosa
Gelisah
Atelektasis
Hipoksemia
Aspirasi dari sekret yang
berasal dari orofaring Kerusakan pertukaran gas
Inhalasi butiran-butiran
dahak halus (droplet)
Saluran
darah dari sumber infeksi yangberada diluar paru (hematogen)
Kuman
masuk ke alveoli
Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh
Reaksi
radang à meluas : Kohn dan sal.nafas ke parenkhim paru. Perubahan
kenyamanan:
Nyeri
dada pleuritik dan demam
Proses
konsolidasi memenuhi satu segmen à
satu lobus. Intolerans aktifitas
Jaringan paru padat à hepatisasi
d.
Penatalaksanaan
1) Koreksi kelainan yang mendasari.
2) Tirah baring.
3) Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada
hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan
infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5) Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman
penyebab.
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Riwayat atau adanya faktor resiko:
1) penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
2) Perokok berat.
3) Imobilisasi fisik lama.
4) Pemberian makanan melalui selang secara terus-menerus.
5) Obat-obatan imunosupresif (kemoterapi,kortikosteroid),
mengisap.
6) Penyakit yang melemahkan (AIDS, kanker).
7) Menghirup atau aspirasi zat iritasn.
8) Terpapar polusi udara terus-menerus.
9) Terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi.
10) Penurunan tingkat kesadaran (stupor, letargi, pra-koma,
koma).
b.
Pemeriksaan fisik, tergantung agen penyebab:
1) Demam tinggi dan menggigil (awitan mungkin tiba-tiba dan
berbahaya).
2) Nyeri dada pleuritik.
3) Takipnea dan takikardia.
4) Rales.
5) Pada awalnya batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan
berkembnag menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan,
kehijau-hijauan, kecoklatan atau kemerahan dan seirngakli berbau busuk.Dispnea
6) Kelemahan danmalaise.
7) Kulit berwarna keabu-abuan atau sianosis
8) Keringat hilang timbul sesuai penurunan atau peningaktan
demam
9) Periode sakit kepala selama 24-48 jam, mialgia, malaise,
diikuti dengan demam, disosiasi nadi dan suhu (nadi relatif lambat pada demam
tinggi. Normalnya nadi meningkat jika suhu mengingkat). Hal tersebut merupakan
tanda klasik pada pneumonia legionella, viral dan mikoplasma.
c.
Cari sumber infeksi saluran pernafasan atas (ISPA: luka
tenggorok, kongesti nasal, bersin, demam ringan).
d.
Pemeriksaan diagnostik:
1) JDL menunjukkan peningkatan sel darah putih, pada
pneumonia karena pneumokokus, legionella, klebsiella, stafilokokus dan
hemophylus influenza dan akan normal pada pasien dengan pneumonia viral dan
pneumonia mikoplasma.
2) Sinar X menunjukkan konsolidasi lobar pada psien dnegan
pneumonia pneumokokus, legionella, klebsiella dan pneumonia hemophylus
influenza. Pada pneumonia mikoplasma, viral dan stafilokokus akan terlihat
infiltrat kemerahan.
3) Kultur spuutm menunjukkan adanya bakteri tapi pada
pneumonia viral negatif.
4) Kultur darah akan positif jika pneumonia didapat dari
penularan hematogen (staphylokokus aureus).
5) Pewarnaan gram positif jika infeksi disebabkan oleh
bakteri gram negatif atau gram positif.
6) Aglutinin dingin dan fiksasi komplemen dilakukan untuk
pemeriksaan viral.
7) Analisa gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (PaO2
kurang dari 80 mmHg) dan kemungkinan hipokapnia (PaCO2 kurang dari 35 mmHg).
8) Pemeriksaan fungsi paru-paru menunjukkan penurunan
kapasitas vital kuat (KVK).
9) Bronkoskopi.
e.
Kaji respons emosional terhadap kondisinya.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
b. Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan
masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
c. Intolerans aktifitas b/d kerusakan pertukaran gas
sekunder terhadap pneumonia.
d. Perubahan kenyamanan: nyeri dada pleuritik dan demam b/d
pneumonia.
e. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap
demam.
3.
RENCANA INTERVENSI
a.
Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
Batasan karakteristik:
batuk produktif menetap,nafas cepat, sesak nafas, rales, analisa gas darah
menunjukkan hasil tidak normal, warna kulit sianosis atau keabua-abuan, bunyi
nafas tidak normal, pemeriksaan fungsi paru, volume tidal rendah.
Hasil
pasien (kolaboratif): mendemostrasikan
perbaikan ventilasi.
Kriteria evaluasi:
bunyi nafas jelas, analisa gas darah dalam batas-batas normal, frekuensi nafas
12-24 per menit, frekuensi nadi 60-100 kali/menit, tidak ada batuk,
meningkatnya volume inspirasi pada spirometer insentif.
Intervensi
|
Rasional
|
· Pantau:status pernafasan @ 8 jam, tanda
vital@4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, pemeriksaan fungsi
paru-paru.
· Berikan ekspektoran sesuai dnegan anjuran
dan evaluasi keefektifannya.
· Doorng pasien untuk minum minimal 2-3 liter
cairan per hari.
· Lkaukan penghisapan jika pasien menderita
kongesti paru tetapi refleks batuk tidak baik atau terjadi penurunan
kesadaran.
· Doorng pasien untuk berhenti merokok.
· Pertahankan posisi fowler atau semi fowler.
· Berikan oksigen tambahan sesuai dnegna
anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan hasil analisa gas darah.
· Ikuit prosedur pencegahan secara umum atau
pencegahan khusus (menggunakan masker untuk penceghaan penularan melalui
pernafasan, menggunakna sarung tangan bila menangani sekresi tubuh/darah).
· Pertahankan kontrol nyeri yang adekuat,
jika pasien secara verbal menyatakan sakit pada pleura (nyeri pleuritik)
khususnya sebelum latihan tarik nafas dalam.
· Doorng paisen untuk melakukan nafas dalam
tiap 2 jam seklai dengan menggunakan spirometer insentif dan catat
perkembangannya.
|
·
Mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
·
Ekspektoran
membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat keluar pada sat batuk.
·
Membantu
mengeluarkan sekresi. Cairan juga untuk membnatu mengalirkan obat-obatan di
dalam tubuh.
·
Penghisapan
membersihkan jalan nafas.
·
Nikotin dapat
menyebabkan penyempitan.
·
Posisi tegak lurus
memungkinkan ekspansi paru lebih penuh dengan cara menurunkan tekanan abdomen
pada diagfragma.
·
Pemberian oksigen
tambhan dapat menurunkan kerja pernafasan dengan menyediakan lebih bnayak
oksigen untuk dikirim ke sel, walaupun konsentrasi oksigen yang lebih tinggi
dapat dilairkan mellaui masker oksigen, namun hal tersebut seringkali
mencetuskan perasaan terancam bagi pasien, khususnya pada pasien dnegan distres
pernafasan.
·
Mencegah penyebaran
penyakit.
·
Pasien cenderung
melakukan ekspnasi toraks terbatas untuk mengontrol nyeri pleuritik. Ekspansi
toraks yang terbatas dapat menunjang terjadinya hipoventilasi dan
atelektasis.
·
Nafas dalam dapat
mengembangkan alveolus dan mencegah atelektasis. Spirometer insentif dapat
membantu meningkatkan nafa sdalam dan memungkinkan ukuran yang objektif
terhadap kemajuan pasien.
|
b.
Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan
masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik:
menyatakan haus, hipernatremia, mukosa membran kering, urine kental, turgor
buruk, berta badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, tekanan darah
menurun.
Hasil
pasien: mendemonstarsikan
perbaikan status cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi:
haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam, berta jenis urine 1,005-1,025,
natrium serum dalam batas normal, mukosa membran lembab, turgor kulit baik,
tidak ada penurunan berta badan, tidak mengeluh kehausan.
Intervensi
|
Rasional
|
· Pantau: masukan dan haluaran setiap 8 jam,
timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum,
kondisi kulit dan mukosa membran tiap hari.
· Berikan terapi intravena sesuai dnegna
anjuran dan berikan dosis pemeliharaan dan tindakan-tindakan pencegahan.
· Berikan caran per oral sekurang-kurangnya
tiap 2 jam sekali. Dorong pasien untuk minum cairan yang bening dan
mengandung kalori.
· Lapor dokter jika ada tanda-tanda
kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
|
·
Mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
·
Selama fase akut,
paisen sering terlalu lemah dan sesak, unutk meminum cairan per oral secara
adekuat dan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat. Jika ada demam maka
kebuuthna cairan akan meningkat, karena jika demam kehilangan cairan akan
meningkat, sebab: keringat yang berlebihan, yang terjadi jika demam membaik;
meningkatnya penguapan yang terjadi karena vasodilatasi perifer, hal tersebut
terjadi sebagai mekanisme kompensasi
yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
·
Cairan membantu
distribusi obat-obatan dalam tubuh, serta membantu menurunkan demam. Cairan
bening membnatu mencairkan mukus, kalori mambantu mennaggulangi kehilangan
BB.
·
Ini merupakan
tanda-tanda kebuuthan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.
|
c.
Intolerans aktifitas b/d kerusakan pertukaran gas
sekunder terhadap pneumonia.
Batasan karakteristik:
menyatakan sesak nafas dan lelah dengan aktifitas minimal, diafoersis, takipnea
dan takikardia pada katifitas minimal.
Hasil
pasien: mendemonstrasikan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria evaluasi:
pasien dapat melakukan AKS, dapat berjalan lenih jauh tanpa mengalami nafas
cepat, sesak nafas dan kelelahan.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Monitor frekuensi
nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktifitas.
·
Tunda aktifitas
jika frekuensi nadi dan frekuensi nafas meningkat secara cepat dan apsien
mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingkatkan katifitas secara bertahap
untuk meningkatkan toleransi.
·
Bnatu paisen dalam
melaksanakan AKS sesuai dnegan kebutuhannya. Beri pasien istirahat tanpa
diganggu diantara berbagai aktfiitas.
·
Pertahankan terapi
oksigen selama aktifitas, lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi
akibat imobilisasi, jika paisen dianjurkan tirah baring lama.
·
Konsul dokter jika
sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat.
|
·
Menidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari sasarn yang diharapkan.
·
Gejala-gejala
tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktifitas. Komsumsi oksigen
meningkat jika aktifitas meningkat, daya tahan dapat lebih lama, jika ada
waktu istirahat diantara aktifitas.
·
Menyimpan energi.
·
Aktifitas fisik
meningkatkan kebuuthan oksigen dan sistem tubnuh akan berusaha
menyesuaikannya. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat
saat tidak ada aktifitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang
spesifik dapat memininmalkan komplikasi dari imobilisasi.
·
Hal tersebut dapat
merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal nafas.
|
d.
Perubahan kenyamanan: nyeri dada pleuritik dan demam b/d
pneumonia.
Batasan karakteristik:
mengatakan nyeri dada pada saat bernafas atau batuk, auskultasi pleural rub,
foto rontgen dada menunjukkan adanya pleuritis, suhu di atas 37C, diaforesis
intermitten, leukosit di atas 10.000/mm3, kultur sputum positif.
Haisl
pasien: mendemonstrasikan bebas
dari ketdaknyamanan.
Kriteria evaluasi:
menyangkal nyeri dada pleuritik, ekspresi wajah rilkes, suhu tubuh 37C, kultur
sputum negatif, dan kadar leukosit antara 5.000-10.000/mm3.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Pantau: suhu @
4jam, hasil pemeriksaan SDP, hasil kultur sputum.
·
Berikan analgetik
sesuai dnegan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi
keefektifannya. Konsul dokter jika analgesik tidak efektif dalam mnegontrol
nyeri.
·
Berikan antibiotika
sesuai dnegan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua
obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi
obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisiten.
·
Konsultasi dokter
jika demam dan reaksi yang tidak diinginkan (kemerahan,gangguan saluran
pencernaan, menurunnya jumlah urine, menurunnya fungsi pendengaran,
meningkatnya kelelahan).
·
Berikan tindakan
untuk memebrikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung pasien,
mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat,
lingkungan yang tenang dnegan cahaya yang redup dan sedatif ringan jika
dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.
·
Lakukan
tindakan-tindakan untuk mengurangi demam seperti: mandi air dingin, selimut
yang tidak terlalu tebal (mempertahankan selimut cukup untuk mencegah
kedinginan/menggigil), beri antipiretik yang diresepkan, tingkatkan masukan
cairan.
·
Konsul dokter jika
nyeri dan demam tetap ada atau makin memburuk.
|
·
Mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpanagn dari sasaran yang diharapkan.
·
Analgetik membantu
mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsnag nyeri. Nyeri dada pleuritik
yang berat seringkali memerlukan anlgetik narkotik utnuk dapat mengontrol
nyeri dengan efektif. Nyeri yang tidak dapat diatasi dnegan analgesik
memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan merupakan tanda awal adanya
komplikasi.
·
Antibiotika
diperlukan untuk mengatasi infeksi, efek terapeutik maksimum yang efektif
dapat dicapai jika kadar obta yang ada dalam darah konsisten dan dapat
dipertahankan. Resiko akibat interaksi obat-obatan yang diberikan menongkat
dnegan adanya farmakoterapi multiple. Efek samping akibat interaksi satu obat
dengan yang lainnya dapat mengurangi keefektifan pengobatan salah satu obat
atau kedua-duanya.
·
Tanda-tanda
tersebut merupakan gejala keracunan antibiotika dan pengobatan tersebut harus
dihentikan.
·
Tindakan tersebut
akan meningkatkan relaksasi. Pelembab membantu mencegah kekeringan dan
pecah-pecah di mulut dan bibir.
·
Mandi dnegan air
dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya pelepasan
panas secara konduksi dan evaporasi (penguapan). Antipiretika dapat megontrol
demam dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus. Cairan dapat
membantu mencegah dehidrasi karena mneingkatnya metabolisme. Menggigil
menandakan tubuh memerlukan panas lebih banyak.
·
Hal etrsebut
merupakan tanda berkembangnya komplikasi.
|
e.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap
demam.
Batasan karakteristik:
mengatakan anoreksia, makan kurang 40% dari yang seharusnya, penurunan BB dan
mengeluh lemah.
Hasil pasien (kolaboratif): mendemonstrasikan masukan makanan yang adekuat untuk
memnuhi kebuuthan dan metabolisme tubuh.
Kriteria evaluasi:
peningkatan masukan makanan, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan
perasaan sejahtera.
Intervensi
|
Rasional
|
· Pantau: persentase jumlah makanan yang
dikomsumsi setiap kali makan, timbang BB tipa hari, hasil pemeriksaan protein
total, albumin dan osmolalitas.
· Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika
spuutm berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
· Rujuk kepada ahli diet untuk membantu
memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
· Dorong pasien untuk mengkomsumsi makanan
tinggi kalori tinggi protein.
· Berikan makanan dnegna porsi sedikit tapi
sering yang mudah dikunyah jika ada sesak nafas berat.
|
· Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanagn
dari sasaran yang diharapkan.
· Bau yang tidak menyenangkan dapat
mempengaruhi nafsu makan.
· Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal
nutrisi yang dapat membantu paisen memilih makanan yang memenuhi kebutuhan
kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dnegna keadaan sakitnya, usia, tinggi dan
Bbnya.
· Peningkatan suhu tubuh meningkatkan
metabolisme, masukan protein yang adekuat, vitamin, mineral dan kalori untuk
aktifitas anabolik dan sintesis antibodi.
· Makanan porsi sedikit tapi sering
memerlukan lebih sedikit energi.
|
DAFTAR PUSTAKA
- Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
- Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
- Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
- Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
- Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
- Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar