STANDAR
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN
OSTEOMYLITIS
A. DEFINISI
Osteomylitis adalah
infeksi tulang yang dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari focus infeksi di tempat lain (misal : gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas atas, lepuh). (Smeltzer Bare : 2002)
Osteomylitis adalah
inflamasi yang dimulai di dalam sumsum tulang. (S. Hinchliff, Christine : 1999).
Osteomylitis adalah infeksi
pada tulang sumsum tulang (myelin) yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen
yang biasanya terjadi pada tulang yang berlumen. (Priguna Sidharta : 1995)
B. ETIOLOGI
Penyebab Oteomylitis penyebaran
infeksi jaringan lunak (missal, ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskuler) atau kontaminasi langsung langsung tulang (missal, faktur terbuka,
cedera traumatic seperti luka tembak, perbedaan tulang). Penyebab dari infeksi
tersebut adalah bakteri staphylococcus aureus dan virus haemofillus influenza
dimana mikro organisme ini masuk melalui lubang terbuka pada fraktur terbuka atau
luka perbedahan serta dari bagian tubuh lain yang terinfeksi (gigi, ginjal).
C. MANIFESTASI
KLINIS
Jika infeksi dibawa oleh
darah biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan ditandai septikimia (misal
: menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan nalaiseonum), setelah infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan
jaringan lunak dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat
nyeritekan. Nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
b/d tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomylitis terjadi
akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak
akan ada gejala septikimia daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri
tekan.
Pasien dengan osteomylitis
kronis ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau
mengalamim periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya
asupan darah. (Smeltzer, Bare : 2002)
D. PATOFISIOLOGI
Stapylococcus aureus
merupakan penyebab 70 % sampai 80 % infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya
yang sering dijumpai pada osteomylitis meliputi proteus, pseudomonas, dan
escerichia coli, terdapat pem insiden infeksi resisten penicillin, nosokomial,
gram negative dan anaerobic.
Awitan osteomylitis
setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan
stadium I ) dan sering b/d penumpukan hematoma atau infeksi superficial.
Infeksi awitan lambat ( stadium 2 ) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan . Osteomylitis awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon insial terhadap
infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah
2 atau 3 hari, trombosis pada PD terjadi pada tempat tersebut mengakibatkan
iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan
dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
peristeum periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan
alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan
insisi dan drainace oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya,
jaringan tulang mati ( sequestrum ) tidak mudah mencair dan mengalir ke luar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh seperti yang terjadi pada jaringan
lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru ( involukrum ) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan
sepanjang hidup pasien, dinamakan Oesteomylitis type kronik. ( Smeltzer, Bare :
2002 )
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
- Sinar X : menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak, pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalifikasi
ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang
baru.
- Pemindaian tulang dan MRI : untuk
mengidentifikasi area infeksi.
- Pemeriksaan darah :
memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endapan darah, laju
sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal, Anemia dikaitkan dengan
infeksi kronik.
-
Kultur darah dan
kultur abses : diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai ,
tepat dan untuk menentukan organisme infektif.
G. PENATALAKSANAAN
1. Imobilisasi dengan
bidai / splint untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya faktur.
Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali perhari
untuk meningkatkan aliran darah.
2. Pemberian terapi antibiotika dengan dosis
tinggi
Tujuannya adalah mengontrol unfeksi sebelum
aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya
trombosis.
3. Perbaikan
keadaan umum.
4. Pembedahan
- Jaringan purulen dan
nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril terapi antibiotika dilanjutkan.
- Sequestrektomy (pengangkatan
involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum ).
- Luka dapat ditutup rapat
untuk menutup rongga mati ( dead space ) atau dipasang tampon agar dapat diisi
oleh jaringan granulasi atau di lakukan grafting dikemudian hari.
- Debridement :
pengangkatan benda asing dan jaringan yang cedera atau terinfeksi dari suatu
luka debridement bedah dapat melemahkan tulang yang kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna
untuk mencegah terjadinya patah tulang.
H. KOMPLIKASI
- Abses tulang :
pengumpulan pus setempat yang dihasilkan oleh organisme piogenik. Keadaan ini
bisa akut ataun kronis.
- Sepsis : Keadaan terinfeksi oleh mikro
organisme yang menghasilkan pusseptic.
I. PENCEGAHAN
Pencegahan osteomylitis adalah sasaran
utamanya. Penanganan infeksi local dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.
Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan
pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi teknik
pembedahan dapat menurunkan insiden osteomylitis pasca operasi.
Anti biotika profilaksis,
diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama
24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan
luka paska operasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomylitis. ( Smeltzer : 2002 )
J. PRIORITAS
KEPERAWATAN
1.
Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas
3. Meningkatkan konsep diri yang positif
4. Mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi
mengenai proses penyakit / prognosis dan keperluan pengobatan. (Doengoes : 2000 )
Tujuan pemulangan
- Nyeri hilang / terkontrol
- pasien menghadapi situasi saat ini secara realities
- Pasien dapat menangani AKS sendiri / dengan bantuan sesuai kebutuhan
- Proses / prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami
K. FOKUS
PENGKAJIAN
1. Aktifitas
/ Istirahat
Gejala : - Kesulitan ambulari, tulang menjadi lemah,
nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari.
- Limitas : fungsional
yang berpengaruh pada gaya
hidup, waktu senggang, pekerjaan
Tanda : - Keletihan,malaise,keterbatasan rentang
gerak,atrofi otot,kulit,kontraktur pada otot/sendi.
2. Kardiovaskuler.
Gejala : fenomena raynaud jari kaki/tangan (misa: pucat
interniten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal)
3. Integritas
Ego
Gejala : faktor stress
akut/ kronis misal financial, pekerjaan, ketidak mampuan, faktor hubungan, keputusan
dan ketidakberdayaan, ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi.
4. Makanan / cairan
Gejala : ketidakmampuan
untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan / cairan adekuat, mual, anoreksia,
kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan berat
badan, kekeringan pada membrane mukola
- Hygiene
Gejala : berbagai
kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi, ketergantungan pada orang lain.
- Neurosensori
Gejala : kebas /
kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetris
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : - Fase akut dari nyeri ( mungkin / mungkin
tidak disertai oleh pembengkakaan jaringan
lunak pada sendi ).
-
Rasa nyeri kronis
dan kekakuan ( terutama pada pagi hari )
- Keamanan
Gejala : -
kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus
-
Lesi kulit, ulkus
kaki
-
Kesulitan dalam
menangani tugas / pemeliharaan RT
-
Demam ringan menetap
-
Kekeringan pada mata
dan membrane mukosa
- Interaksi social
Gejala : Kerusakan
interaksi dengan keluarga / orang lain, perubahan peran, isolasi.
L. FAKTOR
INTERVENSI
1. Nyeri
b/d inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : - Nyeri hilang /
terkontrol
KH : - Keluhan nyeri hilang
- Pasien terlihat rileks
- Pasien dapat tidur /
beristirahat dan berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan.
- Pasien mampu
menggabungkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hibyran kedalam program
control nyeri.
Intervensi:
1.
Selidiki keluhan
nyeri, catat lokasi dan intensitas
2.
Berikan matras /
kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur dan kebutuhan.
3.
Berikan pasien dalam
posisi nyaman.
4.
Tempatkan / pantau
penggunaan bantal, karung pasir, bebat, brace, bidai
5.
Dorong pasien untuk
sering mengubah posisi
6.
Anjurkan pasien
untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun / pada waktu
tidur.
7.
Berikan massase yang
lembut
8.
Kolaborasi dalam
pemberian obat – obatan sesuai program, bantu dengan terapi fisik, berikan
kompres dingin untuk menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut
2. Kerusakan
mobilitas fisik b/d nyeri, alat mobilitas dan keterbatasan beban BB.
Tujuan : Agar mobilitas
fisik pasien meningkat dan mencegah terjadinya komplikasi.
KH : - Pasien akan mempertahankan fungsi
posisi dengan tidak hadirnya / pembatasan kontraktur.
-
Mempertahan /
meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau konpensasi tubuh.
-
Mendemonstrasikan
teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1.
Evaluasi /
pemantauan tingkat inflamasi
2.
Pertahankan
istirahat tirah bangun / duduk
3.
Bantu dengan rentang
gerak aktif / pasif demikian juga latihan resistif dan isometric jika
memungkinkan.
4.
Ubah posisi dengan
sering dengan jumlah personal cukup
5.
Posisikan dengan bantal,
kantung pasir, bebal , brace, bidai
6.
Gunakan bantal kecil
/ tipis di bawah leher untuk mencegah flexi leher
7.
Dorong pasien
mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, berjalan.
8.
Berikan lingkungan
yang aman.
9.
Kolaborasi :
-
Konsul dengan ahli
terapi fisik / okupasi dan spesialis rokasional
-
Berikan matras busa
/ pengubah tekanan
-
Berikan obat –
obatan sesuai indikasi
-
Siapkan
untukintervensi bedah
3. Resiko
terhadap penyebaran inveksi : pembentukan abses tulang
Tujuan : Agar tidak adanya infersi
KH :
-
Suhu badan normal
-
Memakai antibiotika
sesuai resep
-
Tidak ada
pembengkakan
-
Tidak ada pus
-
Angka leukosit dan
laju endap darah kembali normal
-
Biarkan darah negatif
Intervensi :
1.
Observasi respon
pasien terhadap terapi antibiotika
2.
Observasi tempat
pemasangan infuse adanya bukti flebitis atau infritasi
3.
Tingkatkan cuci
tangan yang baik pada staf, keluarga, pasien
4.
Gunakan teknik
aseptic / kebersihan yang ketat sesuai indikasi untuk menguatkan / mengganti
balutan dan bila menangani drain. Intruksikan pasien untuk menyentuh /
menggaruk insisi.
5.
Pertahankan alat
drainase , perhatikan karakteristik drainase luka
6.
Kaji kulit / warna
insisi, suhu dan integritas : perhatikan
adanya eritoma / inflamasi, kehilangan penyatuan luka.
7.
Selidiki keluhan
peningkatan nyeri pada luka, perubahan karakteristik nyeri
8.
Awasi suhu
perhatikan adanya menggigil
9.
Pantau kesehatan
umum dan nutrisi pasien. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih
untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan
10.
Kolaborasi :
-
Pertahankan isolasi
ulang, bila tepat
-
Berikan antibiotika
sesuai indikasi
-
Kultur drainase
secara rutin / sesuai kebutuhan
4. Kurang
pengetahuan mengenai program pengobatan
Tujuan : Mematuhi rencana
terapeutik
KH : - Memakai antibiotika sesuai resep
-
Melindungi tulang –
tulang yang lemah
-
Memperlihatkan
perawatan luka yang benar
-
Melaporkan bila ada
masalah segera
-
Makan diet seimbang
dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
-
Mematuhi perjanjian untuk
tindak lanjut
-
Melaporkan
peningkatan kekuatan
-
Tidak melaporkan
peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan,atau gejala lain di
tempat tersebut
Intervensi :
1.
Kaji ulang proses
penyakit, prosedur pembedahan, dan harapan yang akan datang
2.
Doromg memilih
periode tidur dan aktivitas
3.
Tekankan pentingnya
kesinambungan latihan / rehabilitasi yang di anjurkan dalam toleransi pasien :
kruk / jalan dengan tongkat, latihan beban badan, berenang, sepeda menetap
4.
Kaji ulang
pembatasan aktivitas jangka panjang
5.
Diskusikan kebutuhan
lingkungan yang aman di rumah dan menggunakan alat bantu
6.
Kaji ulang perawatan
insisi / luka
7.
Tekankan pentingnya
kesinambungan menggunakan stoking antiembolik
8.
Identifikasi tanda /
gejala yang memerlukan evaluasi medik
9.
Kaji ulang pemasukan
diet seimbang termasuk cairan adekuat dank eras
10.
Pantau dengan cermat
mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak.
Pasien diminta untuk melakukan observasi
dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta
untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu,
keluarnya pus, bau, dan dan bertambahnya inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sidharta, Priguna,
Dr . 1995. Sakit Neuromuskuler . Jakarta : PT Dian Rakyat
-
SC, Smeltzer, Bare.
2003. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart, edisi 8 Vol. 3. Jakarta : EGC
-
ME Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
-
Sue Hinclhliff,
Cristine. 1999. Kasus Keperawatan edisi
17. Jakarta
: EGC :