Asuhan Keperawatan Hisprung
Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyebab
Penyebab timbulnya penyakit Hirschsprung adalah kelainan genetik. Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom Down, kanker tiroid, dan neuroblastoma.
Gejala
Karena terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hirschsprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Gambar. Penyakit
Hirschsprung.
Perhatikan perbedaan besar usus antara gambar yang kiri dan kanan.
Perhatikan perbedaan besar usus antara gambar yang kiri dan kanan.
Pemeriksaan Tambahan
Pada waktu memeriksakan bayi ke dokter, dokter akan memasukkan jari tangan (kelingking) kedalam anus bayi (colok dubur). Hal ini bertujuan untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
Penatalaksanaan
Terdapat 2 langkah operasi yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit ini, yaitu :
- Langkah pertama adalah dengan dilakukan kolostomi, yaitu pembuatan saluran pembuangan tinja pada dinding perut dengan cara membuat lubang pada dinding perut lalu kemudian menyambungkan usus (yang masih sehat) ke lubang tersebut. Hal ini memungkinkan pengeluaran tinja melalui dinding perut.
- Langkah kedua adalah setelah berat badan, usia, dan kondisi bayi sudah cukup, dapat dilakukan penutupan kolostomi tersebut serta menyambungkan kembali usus besar ke tempatnya semula, yaitu di anus.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MASALAH KESEHATAN SEHUBUNGAN DENGAN MALNUTRISI
Malnutrisi
Malnutrisi lebih diartikan
sebagai kondisi kekurangan bahan bahan nutrisi esensial pada tingkat seluler
sebagai akibat dari faktor fisiologi, individu, sosial, pendidikan, ekonomi,
budaya dan politik (Berkaukas, dkk, 1994 hal 116). Sedangkan menurut
Gordon (1982), malnutrisi adalah pemasukan yang tidak memadai dari satu atau
lebih jenis makanan atau bahan makanan yang dibutuhkan bagi metabolisme tubuh,
misalnya pemasukan protein, zat besi atau vitamin C yang tidak memadai (Kozier,
& Erb, 1983 hal 673).
Malnutrisi dibedakan atas
defisiensi primer dan defisiensi sekunder. Defisiensi primer terjadi
ketika bahan bahan nutrisi yang esensial seperti protein, karbohidrat, lemak
dan vitamin tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dalam makanan. Sedangkan defisiensi
sekunder terjadi karena ketidakmampuan tubuh mencema dan menyerap makanan,
gangguan metabolisme atau karena peningkatan kebutuhan nutrisi. Misalnya,
peningkatan kebutuhan karbohidrat pada pasien diabetes melitus.
Malnutrisi dapat terjadi secara
akut maupun kronik. Secara akut, sifatnya hanya sementara dan reversibel
tanpa efek samping yang lama. Malnutrisi kronik terjadi dalam waktu yang
lama dan kemungkinan bersifat irreversibel (Williams, 1985 hal 116). Malnutrisi
yang terjadi karena defisiensi protein, kalori atau keduanya, dapat menyebabkan
malnutrisi energi protein, yang dikenal sebagai kwashiorkor atau marasmus.
Kwashiorkor depigmentasi disebabkan oleh defisiensi protein. Gejala-gejalanya
meliputi gangguan pertumbuhan dan perkembangan, kelemahan otot, depigmentasi
rambut dan kulit serta edema. Sedangkan maramus terjadi karena kekurangan
protein dan kalori. Manifestasi kliniknya meliputi atropi otot, kelemahan dan
edema. Kelainan-kelainan ini umumnya terjadi pada anak anak (Windsor, 1991). Ada beberapa indikasi
sehingga seseorang dikatakan kekurangan nutrisi (Kozier, & Erb, 1983 haL
673):
1. berat badan 20 % atau lebih rendah daripada tinggi dan
bentuk badan ideal.
2. Berat badan rendah dengan masukan , makanan memadai.
3. Masukan makanan kurang dari keperluan tubuh.
4. Kesukaran makan.
5. Ada
tanda dan gejala masalah pencernaan seperti nyeri abdomen, kram abdomen, diare
dan bising usus hiperaktif.
6. Kelemahan otot dan penurunan tingkat energi.
7. Rambut rontok (alopesia).
8. Pucat pada kulit, membran mukosa dan konjungtiva.
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi
adalah alasan ekonomi, pendidikan, status sosial, anatomi fisiologi pencernaan
dan status psikologi.
Pertama, ekonomi. Umumnya, masyarakat dengan ekonomi
lemah, sering mengalami kekurangan nutrisi atau malnutrisi, khususnya protein
karena harganya yang mahal.
Kedua, pendidikan. Kurang pengetahuan tentang nutrisi
dan manfaat nutrisi memberi kontribusi terhadap terjadinya malnutrisi. Orang
yang kurang pendidikan sering kali tidak sadar dengan kebutuhan nutrisi/makanan
yang terbaik untuk tubuhnya.
Ketiga, status sosial. Individu biasanya cenderung
mengkonsumsi makanan sama dengan masyarakat disekitarnya atau berdasarkan
status sosial.
Keempat, anatomi dan fisiologi. Sebelum makanan
digunakan untuk metabolisme, makanan terlebih dahulu diabsorpsi setelah dicema.
Banyak faktor fisiologi yang dapat mengganggu proses pencernaan atau penyerapan
makanan. Misalnya : gigi yang kurang, sakit gigi, adanya lesi dimulut sehingga
proses pengunyahan makanan terganggu. Kesulitan menelan (disfagia) karena nyeri
atau radang pada esofagus juga mengganggu pencernaan. Masalah pencernaan pada
lambung atau usus dapat disebabkan tumor atau ulkus pada saluran pencernaan.
Kadang kala pasien yang minum obat obatan tertentu juga akan mengalami gangguan
pencernaan seperti : mual dan muntah.
Kelima, psikologis. Anoreksia dan berat badan rendah
sering ditemukan pada pasien dengan depresi.
Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa ditandai dengan kehilangan berat badan yang
drastis secara berkepanjangan dan pasien memelihara berat badannya pada kadar
rendah yang abnormal (Huse & Lucas, 1983). Anoreksia nervosa
biasanya terjadi pada usia masa muda sampai dewasa tua. Anoreksia nervosa
terutama terjadi pada wanita. Tanda/gejala anoreksia nervosa dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
No.
|
Gejala gejala
|
Prevalansi gejala ( % )
|
Tanda tanda
|
Prevalansi tanda (%)
|
1 .
|
Amenorrhea
|
100
|
Hipotensi
|
20 85
|
2.
|
Konstipasi
|
20
|
Hipotermia
|
15 85
|
3.
|
Badan bengkak
|
30
|
Kulit kering
|
25 85
|
4.
|
Nyeri abdomen
|
20
|
Bradikardi
|
25 90
|
5.
|
Kedinginan
|
20
|
Lanugo
|
20 80
|
6.
|
Lethargi
|
20
|
Edema
|
20 25
|
7.
|
Energi berlebihan
|
35
|
Petechiae
|
10
|
Tabel:
Tanda dan gejala anoreksia nervosa. Dari : Brownell K. D. & Foreyt,
J.P.1986, Handbook of eating disorders.
Pengkajian nutrisi pada pasien dengan anoreksia nervosa
meliputi :
1 . pengukuran antropometrik untuk mengkaji status fisik.
2. Pengukuran nilai biokimia untuk mengetahui defisiensi
nutrisi.
3. Pemeriksaan klinik.
4. Mengkaji riwayat nutrisi untuk menentukan perkembangan
penyakit, konsumsi kalori, protein, dan bahan makanan lainnya, pola makan dan
perilaku makan, pengaruh psikologi dan sosial terhadap perilaku makanan,
penggunaan obat obatan seperti vitamin, mineral, laksatif dan diuretik serta
aktivitas fisik.
Komplikasi medis yang dapat terjadi pada pasien dengan
anoreksia nervosa, (Barkaukas, dkk, 1994 hal. 130) adalah:
a. Komplikasi metabolisme
·
Kulit berwama kuning
·
Gangguan indra perasa
·
Hipoglikemia
b. Komplikasi gastrointestinal :
1. Perubahan
pengosongan lambung
1. Pembengkakan
kelenjar saliva
1. Dilatasi
gaster
1. Konstipasi
c. Komplikasi kardiovaskuler:
·
Bradikardi
·
Aritmia
·
Efusi pericardial
·
Edema
·
Gagal jantung
d. Komplikasi ginjal :
• Perubahan konsentrasi urin
• Nefropati
e. Komplikasi cairan dan
elektrolit:
• Dehidrasi
• Kelemahan
• Tetani
f. Komplikasi hematologi:
• Perdarahan
• Anemia
g. Komplikasi gigi:
• Dekalsifikasi
• Karies
h. Komplikasi endokrin
o Amenorrhea
0 Penurunan hasrat sexual
0 Impoten
i. Komplikasi lain:
• Kelemahan
• Hipotermia
Perencanaan dan Intervensi
Keperawatan
Tujuan utama asuhan keperawatan
adalah memelihara agar kebutuhan nutrisi memadai. Tujuan asuhan keperawatan
untuk pasien dengan gangguan nutrisi, antara lain :
1. Mencegah komplikasi masalah
masalah nutrisi.
2. Status nutrisi terpelihara.
3. Menyusun menu yang disukai
pasien dengan jumlah kalori yang memadai.
Intervensi keperawatan pada masalah nutrisi
tergantung dari diagnosa keperawatan. Beberapa intervensi keperawatan untuk
mengatasi masalah nutrisi antara lain:
1. Meningkatkan nafsu makan.
Kurang nafsu
makan atau anoreksia tidak jarang disertai keluhan fisik seperti kelemahan,
lesu, cemas, depresi dengan atau tanpa nyeri lambung. Kondisi ini dalam waktu
singkat kadang kala tidak menimbulakn masalah pada orang dewasa. Namun, bila
berlangsung lama, timbul penurunan stamina dan masalah masalah nutrisi lainnya.
Beberapa intervensi keperawatan untuk masalah nutrisi ini :
a.
Menghilangkan atau mengurangi kondisi kondisi atau gejala gejala penyakit yang
menyebabkan penurunan nafsu makan seperti menjaga kebersihan dan kesehatan
kulit, memberi analgetik untuk nyeri atau antipiretik untuk demam dan
menganjurkan istirahat untuk mengurangi kelelahan.
b.
Memberikan makanan yang disenangi, sedikit demi sedikit tetapi sering dengan
memperhatikan jumlah kalori dan tanpa kontra indikasi.
c.
Menata ruang pasien senyaman mungkin sehingga meningkatkan nafsu makan pasien.
Misalnya membuat ruang pasien bebas dari bau obat dan bau bauan lain yang
mengganggu minat makan pasien.
d.
Menurunkan stress psikologi. Kurang pemahaman tentang terapi dan prosedur
operasi, dan rasa takut pada pasien akan menyebabkan anoreksia. Untuk
itu perawat perlu mendiskusikan masalah-masalah diatas sehingga menurunkan
stress yang dialami pasien.
2. Membantu pasien memenuhi
kebutuhan nutrisi
A. Pasien vegetarian
Umumnya, masyarakat mulai menyadari akan bahaya
memakan daging terlalu banyak. Sebagian orang telah beralih menjadi vegetarian,
dengan alasan agama, ekonomi maupun fisik. Setidaknya, ada empat jenis
vegetarian:
Pertama, vegan vegatarian : hanya
mengkonsumsi makanan dari tumbuhan. Kedua, Lacto vegetarian: mengkonsumsi
makanan dari tumbuh tumbuhan ditambah telur (tanpa susu). Ketiga, lacto ovo
vegetarian : mengkonsumsi makanan dari tumbuhan, telur, dan susu. Keempat, frutarian
: hanya mengkonsumsi buah buahan, kacang kacangan, minyak zaitun dan madu.
Prinsip utama yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam menyusun menu bagi vegetarian adalah kebutuhan
protein, vitamin dan mineral terpenuhi dalam jumlah memadai. Bagi lacto ovo
vegetarian, hal ini tidak terlampau sukar karena dapat mengkonsumsi susu dan
telur sebagai sumber protein dan sayuran sebagai pelengkap sumber vitamin dan
mineral. Sebaliknya, bagi vegan vegetarian, sumber protein tidak mungkin
diperoleh dari susu dan telur yang bukan berasal dari tumbuhan. Untuk itu,
protein nabati seperti kedelai (tahu, tempe),
kacang kacangan, nasi dan coklat menjadi pilihan sebagai sumber protein.
Kiat mempersiapkan makanan bagi
vegetarian
a. Pilihlah makanan dari berbagai
jenis tumbuhan
b. Hindari makanan beralkohol dan
tidak berkalori.
c. Pilihlah empat jenis makanan
dari beberapa kelompok makanan vegetarian dibawah ini:
Altematif pertama :
·
Buah buahan dan sayuran (termasuk satu buah
jeruk dan minimal satu sayuran berdaun hijau gelap).
Altematif kedua :
·
Buah buahan, roti dan cereal (untuk 4 porsi atau
lebih).
Altematif ketiga
·
Susu dan bahan susu (minimal 2 cangkir).
Altematif keempat :
·
Makanan yang hanya mengandung protein saja
seperti keju, kacang polong atau kacang kedelai (tahu, tempe) dan telur sebanyak 3 atau 4 butir per
minggu.
Aftematif kelima :
·
Makanan yang bermineral dan vitamin A serta
vitamin B12.
Altematif keenam :
·
Dapatkan vitamin D dari sinar matahari atau susu
yang tidak terradiasi.
Altematif ketujuh
·
Jaga kebutuhan kalori (tambah minyak dan kacang)
untuk vegeterian :
> Ganti susu hewani dengan susu
kedelai, sayuran hijau dan buah buahan.
> Minimal makan dari 2 hal
berikut setiap kali makan guna memenuhi kebutuhan asam amino, yaitu :
§ Buah
buahan atau kacang kacangan.
§ Buncis kering atau kedelai rebus (tahu).
§ Gandum.
B. Pasien buta
Biasakan mereka belajar makan
sendiri. Perawat harus selalu memotivasi mereka untuk mandiri. Namun, untuk
pasien buta sementara, seperti : akibat operasi, perawat perlu menyuapi pasien
ketika makan. Agar mereka mengenal ruang atau tempat makan perlu dijelaskan dan
dikenalkan ruang atau tempat makan tersebut. Jangan lupa untuk memberi tahu
pasien bila makanan yang diberikan berupa makanan yang panas.
C. Pasien yang tidak dapat
mengunyah
Bagi pasien yang tidak dapat
mengunyah baik akibat kecelakaan, tumor, operasi, maupun fraktur pada rahang,
diperlukan suatu modifikasi agar pasien bisa makan. Hal yang perlu diperhatikan
oleh perawat adalah kemungkinan pasien merasa rendah diri atau malu. Untuk itu,
perawat perlu menjaga privacy dan harga diri pasien. Bila ternyata perlu
disuapi, tanyakan pada pasien, apakah pasien mau disuapi oleh keluarganya.
Karena biasanya pasien lebih suka disuapi anggota keluarga daripada oleh
perawat.
D. Mempersiapkan pasien makan
Hal hal yang perlu diingat:
• Beri kesempatan ke kamar mandi
sebelum makan
• Minta pasien membasuh tangan,
berkumur atau gosok gigi dan menyeka muka
• Aturlah pasien pada posisi senyaman mungkin :
duduk dikursi, dipinggir tempat tidur atau bersandar di tempat tidur
• Letakkan meja pada posisi yang
cocok dan rapikan benda benda yang tidak diperlukan
• Bawa makanan segera setelah
pasien merasa sudah siap, untuk menghindari rasa lelah
• Hindari melakukan test obat yang
tidak enak sebelum atau sesudah makan
• Buang bau bau yang tidak sedap
ke tempat sampah
• Tutupi hal hal yang tidak enak
dipandang mata sewaktu makan, seperti luka atau darah
• Ganti baju pasien bila
diperlukan
• Bila perlu luangkan waktu untuk
bersama sama selama mungkin
• Jelaskan makanan makanan
tertentu dan kegunaannya
• Pertimbanglkan kebiasaan dan
budaya pasien
• Susun hidangan dengan menarik
• Bantu memasang serbet atau
handuk supaya tidak terkena tumpahan makanan
• Temani pasien ketika makan
E. Cara menyuapi pasien
Langkah langkah kerjanya:
• Cuci tangan
• Usahakan agar pasien merasa
nyaman
• Pasang serbet atau handuk untuk
menghindari makanan jatuh ke pakaian pasien
• Letakkan hidangan senyaman
mungkin
• Jangan terburu buru
• Duduk dengan santai supaya
terasa rileks
• Gunakan alat alat yang perlu,
seperti : garpu atau sendok
• Beri tahu pasien jika makanan
panas atau dingin, anjurkan untuk mencicipi makanan terlebih dahulu
• Hati hati terhadap cairan panas
• Suapi sedikit demi sedikit dan
kaji pasien, jangan sampai tersedak
• Setelah makan atur posisi
sehingga ia merasa nyaman
F. Memotivasi pasien mengkonsumsi
cairan
Dokter sering menganjurkan pasien
untuk mengkonsumsi cairan sebanyak mungkin, tetapi bagi pasien akan lebih baik
jika diberikan sedikit demi sedikit. Untuk itu perawat dapat memotivasi pasien
untuk minum dengan cara menawarkan cairan tersebut setiap kali perawat masuk ke
ruangan pasien.
3. Nutrisi Enteral dan Parenteral
Meskipun pencernaan oral melalui
saluran normal atau saluran pencernaan merupakan cara terbaik untuk masukan
nutrisi pada pasien, tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu cara ini bukan
menjadi pilihan. Ada
dua cara lain pemberian makanan dirumah sakit yaitu nutrisi enteral dan
parenteral (Hui, 1985 hal 245).
Nutrisi enteral adalah pemberian
makanan secara langsung ke dalam saluran pencernaan melalui selang (tube) atau
dengan melakukan suatu insisi (perlukaan) pada area yang dituju. Sedangkan
nutrisi parenteral adalah pemberian makanan secara langsung melalui injeksi
sari sari makanan ke dalam pembuluh darah vena. Contoh nutrisi parenteral
adalah terapi intravena dan nutrisi parenteral total atau parsial
Nutrisi Enteral
Ketika pemberian makanan melalui
mulut tidak memungkinkan dilakukan pada pasien, maka nutrisi enteral merupakan
suatu pilihan. Misalnya, pasien dengan tumor kepala dan leher, pasien dengan
masalah masalah pada usus dan luka bakar yang parah. Pada kondisi-kondisi ini
pemberian makanan dapat menggunakan selang (tube) melalui hidung ke lambung
(nasogastric), jejunum, atau selang (tube) gastrotomi. Dapat juga dari hidung
ke kerongkongan (nasopharyngeal route) atau dengan melakukan insisi pada usus
bagian atas (Jejunostomi) (Hui, 1985 hal. 245).
Masalah masalah yang mungkin
ditemui pada terapi nutrisi enteral, antara lain : masalah osmolalitas, ketidak
seimbangan elektrolit, komplikasi gastro intestinal dan sikap ketergantungan
karena pemberian makanan melalui selang (Farley, 1988).
Naso Gastric Tube (Selang Naso
Gastrik)
Selang naso gastrik atau naso
gastric tube (NGT) adalah pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke
lambung untuk memasukkan makanan cair atau obat obatan cair atau padat yang
dicairkan. Indikasi pemasangan NGT adalah pasien tidak sadar (koma), pasien
dengan masalah saluran pencernaan atas seperti penyempitan atau stenosis pada
esofagus, tumor pada mulut, faring atau esofagus. Pasien yang tidak mampu
menelan dan pasien pasca operasi pada mulut, faring atau esofagus.
Pemasangan selang NGT hanya dapat
dilakukan perawat sesuai program medik. Prosedur ini
membutuhkan keahlian karena
perawat harus memastikan bahwa NGT tidak masuk ke dalam paru paru. Pemberian
makanan melalui selang NGT tidak boleh dilakukan sampai perawat yakin bahwa
selang NGT tepat masuk ke dalam lambung.
Komposisi makanan yang diberikan
melalui NGT tergantung pada kemampuan pasien mencerna dan menyerap sari makanan
dan keperluan pasien akan sari makanan. Campuran makanan yang diberikan melalui
NGT biasanya berupa campuran makanan komersial (siap pakai) dan dapat diperoleh
pada apotik atau berupa campuran yang biasa dipakai dalam suatu rumah sakit
dimana keduanya hanya dapat diberikan jika ada resep sesuai program medik.
Frekwensi pemberian makanan dan jumlah makanan yang diberikan juga sesuai
dengan yang terdapat pada program medik.
Pada orang dewasa jumlah makanan
yang diberikan biasanya 300 500 cc dalam setiap kali pemberian. Standar larutan
yang diberikan berisi 1 kalori per milimeter (1 cc) dari larutan protein,
lemak, karbohidrat, mineral, atau vitamin dalam proporsi tertentu. Makanan yang
sering diberikan biasanya susu, gula, telur dan minyak sayuran (Kozier,
& Erb, 1983 hal 678).
Hal pertama yang dilakukan perawat
ketika akan memberi makanan melalui NGT adalah memastikan bahwa letak selang
NGT tepat dilambung. Kemudian memasukkan cairan berkisar 10 15 cc ke dalam
selang nasogastrik. Lalu memasukkan campuran makan/makanan secara perlahan
lahan. Makanan yang diberikan tidak boleh terlalu panas atau dingin tetapi
sesuai dengan suhu kamar untuk mencegah iritasi mukosa lambung.
Hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan perawat adalah bahwa pemberian makan tidak dilakukan dengan
tekanan tinggi karena dapat menyebabkan flatus dan refleks muntah. Berdasarkan
alasan ini, biasanya perawat meletakkan ujung selang (tempat masuk makanan)
setinggi satu kaki, di atas kepala pasien dan membiarkan cairan/campuran
makanan masuk ke lambung secara lambat mengikuti gaya gravitasi. Setelah semua campuran
makanan masuk ke lambung, perawat membilas selang nasogastrik dengan cara
menginjeksi cairan (5 10 cc) dengan tekanan yang rendah.
Perawat bertanggung jawab dalam
mengkaji kemungkinan komplikasi akibat pemasangan NGT (Taylor, dkk, 1989 haL
792), yaitu :
• Dehidrasi, diare dan kram pada
usus. Gejala gejala ini sering timbul ketika campuran makanan yang digunakan
dalam konsentrasi tinggi dan kandungan karbohidrat tinggi.
• Ditemukan glukosuria dan sering
buang air kecil. Tanda ini dapat timbul karena campuran makanan yang diberikan
mengandung karbohidrat tinggi.
• Mual. Rasa mual biasanya terjadi
akibat pengosongan lambung yang lambat.
• Aspirasi campuran makanan. Hal
ini merupakan komplikasi yang serius. Aspirasi dapat dicegah dengan mengatur
pasien dalam posisi setengah duduk.
• Muntah. Muntah cenderung terjadi
ketika makanan tidak meninggalkan lambung. Dalam kondisi ini, perawat dapat
mengecek residu lambung dan mengkaji ulang jumlah campuran makanan yang
diberikan.
Cara pemasangan NGT:
Cara
|
Rasional
|
1. Inspeksi keadaan rongga mulut dan rongga
hidung pasien, gunakan sarung tangan bila perlu
|
·
Untuk
melihat kebersihan mulut/hidung sebelum pemasangan NGT, disamping berguna
untuk melihat kemungkinan obstruksi pada romngga hidung
|
2. Palpasi abdomen pasien
|
·
Hasil
palpasi membantu untuk membandingkan keadaan abdomen sebelum dan sesudah
pemasangan NGT
|
3. Periksa catatan keperawatan dan
status pasien serta lembar catatan medik/pengobatan spt: rencana operasi
|
·
Pemasangan
NGT boleh dilakukan sesuai program medik
|
4. Siapkan alat-alat:
a. Selang NGT nomor 14, 16 atau ukuran yg lebih kecil untuk
anak-anak
b. siapkan jelly/lubricant.
c. kertas tes pH
d. sudip lidah
e. penlight/senter
f. syringe/alat suntik ukuran 50-100 cc
g. plester yg tidak menyebabkan iritasi
h. bengkok
i. gelas untuk mengisi air
j. tissue
k. normal saline (Nacl 0.9 %)
l. sarung tangan non steril dan steril
|
|
5. Jelaskan prosedur pemasangan pada
pasien
|
·
Mencegah
kesalahanpemasangan
·
Pasien
bekerjasama dengan perawat
·
Mencegah
kecemasan
·
Pasien
tidak akan mencabut NGT
·
Mencegah
pasien tidak mencabut NGT
|
6. cuci tangan dan pakai sarung tangan
|
·
Mencegah
penyebaran infeksi silang (kuman)
|
7. Atur posisi pasien semi Fowler dengan
bantal dibelakang bahu/ naikkan bagian kepala
|
·
Agar
memudahkan pasien menelan dan mencegah iritasi pada saluran pencernaan
|
8. Siapkan alat alat yang diperlukan
disamping tempat tidur dan pasang tirai
|
·
Memudahkan
pemasangan NGT dan menjaga privacy
|
9. berdiri disamping kanan tempat tidur
|
·
Memudahkan
pemasangan NGT
|
10. Taruh bengkok diatas dada dan
berikan tissu pada pasien
|
·
Membantu
mengeluarkan saliva (liur) akibat pernasangan NGT
|
11. Anjurkan pasien untulk rileks dan
bernapas dengan salah satu hidung yang normal (fidak ada NGT), lalu lakukan
aktivitas pada salah satu hidung yang aliran udaranya tinggi. (karena untuk
mencegah ada/tidaknya obstruksi)
|
·
Memudahkan
pemasangan NGT melalui hidung.
|
12.Ukur panjang
NGT yang akan dimasukkan / dipasang
- diukur dari
ujung hidung ketelinga lalu ke prosesus
xipodeus (bagian
badan sternum) paling akhir atau
ujung
|
|
13.Beri tanda
pada panjang NGT yang sudah di ukur, dengan menggunakan plester
|
·
Menentukan
secara pasti panjang NGT yang akan masuk dad hidung ke lambung
|
14.Siapkan
plester dengan panjang 10 cm 2 buah
|
·
Untuk
memfiksasi ujung luar NGT dengan hidung
|
15.Pasang dan
beri lubricant sepanjang NGT yang akan dipasang ke lambung
|
·
Selang
licin akan dapat mengurangi iritasi pada saat memasang NGT
|
16.Instruksikan
pasien untuk mengekstensikan leher kebelakang, lalu masukkan secara perahan
lahan melalui lubang hidung sampai pada panjang selang yang ditentukan telah
|
·
Memudahkan
masuknya selang NGT melalui hidung dan memelihara agar jalan nafas hidung
tetap terbuka
|
17. lanjutkan
memasukkan tube NGT sepanjang rongga hidung. Jika merasakan agak tertahan,
putarlah selang NGT dan jangan paksakan untuk dimasukkan
|
·
Meminimalkan
ketidaknyamanan pemasangan NGT. Hambatan disebabkan oleh bagian posterior
hidung, memasukkan dengan cara memutar dan sedikit menarik membantu masuknya
ujung selang ke faring
|
18. Jika tetap
ada hambatan, cabut NGT, anjurkan pasien istirahat, olesi kembali selang NGT
dan masukkan kembali selang NGT pada hidung yang lain
|
·
Mengurangi
resiko iritasi/ pendarahan, meminimalkan rasa tidak nyaman.
|
19. Lanjutkan
memasang selang NGT sampai melewati nasofaring.Jika gagal :
a. Hentikan pemasangan, suruh pasien rileks dan beri tissu
(untuk menyerap liur)
b. Jelaskan bahwa pasien harus menelan ketika selang masuk ke
faring
|
·
Mengurangi
kecemasan dan meminimalkan resiko iritasi pada faring
|
20. Setelah
selang melewati nasofaring (3 4 cm) anjurkan
pasien untuk
menekuk leher dan anjurkan untuk menelan
|
·
Memperlancar
masuknya selang
|
21. Jika setelah
selesai memasang NGT sampai pada ujung yang telah ditentukan, anjurkan pasien
rileks dan bernafas normal
|
·
Memberikan
kenyamanan dan mengurangi rasa cemas pasien
|
22. Lakukan tes
untuk mengetahui letak masuknya selang NGT. Ada 2 cara:
a. injeksi 15 sampai 20 cc kedalam lambung dan
pada saat bersamaan auskultasi daerah lambung
b. masukkan ujung bagian luar selang NGT ke dalam mangkuk yang
berisi air, bila ada gelembung udara berarti masuk ke paru paru dan jika
tidak ada berarti selang masuk pada lambung.
|
·
Mengetahui
secara pasti bahwa selang NGT tepat masuk ke lambung
|
23.Fiksasi selang
dengan plester yang telah disediakan. Fiksasi sisa selang dengan menggunakan
peniti ke pakaian pasien.
|
·
Agar
kedudukan selang tetap paten
|
Prosedur Pencabutan NGT
Cara
|
Rasional
|
1 . Periksa instruksi dokter untuk
pencabutan NGT
|
·
Memeriksa
dan menyediakan peralatan yang sesuai instruksi dokter dan menentukan urutan
kerja
|
2. Jelaskan prosedur kepada klien
|
·
Penjelasan
bertujuan agar dapat bekerja sama dengan klien
|
3. Siapkan pencatatan
|
·
Memberikan
kemudahan dalam pelaksanaan tugas serta pertahankan akontabilitas
|
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
|
·
Mencegah
penyebaran mikro organisme
|
5. Buka peniti selang dari pakaian klien
secara hati hati.
|
·
Memudahkan
dalarn pencabutan selang NGT
|
6. Tempatkan handuk diatas dada klien
secara hati hati, buka plester dari hidung
|
·
Melindungi
klien kontak langsung dengan sekresi gaster. Tissu diperlukan ketika klien
membersihkan hidung saat pencabutan selang NGT
|
7. Instruksikan klien untuk menarik
nafas dalam dan menahannya
|
·
Memudahkan
perawat menarik selang NGT. Meminimalkan trauma dan ketidaknyamanan klien
|
8. Jepit selang dengan pinset secara
hati hati dan cabutlah selang ketika pasien menahan nafas
|
·
Penjepitan
mencegah keluarnya isi dalam selang
|
9. Tempatkan ujung selang ke dalarn
kantong plastik
|
·
Mencegah
terkontarninasi dengan mikro organisme
|
10. Bersihkan mulut dan hidung klien dan
beri kenyamanan
|
·
Memberikan
rasa nyaman pada klien
|
11. Pindahkan semua peralatan dan cuci
tangan
|
·
Mencegah
penyebaran mikro organisme
|
12. Catat hasil pencabutan selang
|
·
Dokumentasi
keperawatan mempertahankan aspek legal
|
Nutrisi parenteral
Dalam berbagai kasus, seorang pasien dapat memperoleh makanan
langsung melalui aliran darah atau melalui jalan pintas sistem pencernaan.
a. Terapi Intravena
Untuk menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit digunakan terapi intravena yaitu pemberian cairan natrium
klorida (saline), amonium klorida dan dextrosa (5 20 %), Ringer laktat melalui
pembuluh vena. Terapi ini biasanya diberikan pada proses kelahiran yang
abnormal, pembedahan atau pasien dengan gastroenteritis. Selain itu, terapi ini
dilakukan bila pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan yang memadai secara
enteral, seperti pada pasien kanker yang menjalani terapi intensif, luka bakar
yang parah (derajat III atau IV), sepsis dan fraktur ganda.
Tujuan terapi ini untuk memenuhi
kebutuhan kalori minimal dan diberikan kepada pasien selama 1 2 hari untuk
mencegah kelaparan.
b. Nutrisi Parenteral Total
Nutrisi parenteral total (Total
Parenteral Nutrition/TPN ) adalah suatu terapi yang kompleks dilakukan untuk
memenuhi keperluan nutrisi pasien melalui rute intravena. Larutan yang digunakan
dalam terapi ini adalah larutan hiperosmolar (konsentrasi tinggi). Keberhasilan
terapi ini tergantung pada jenis makanan yang diresepkan, penanganan kateter
intravena, perawatan luka insisi dan penanganan komplikasi sebagai akibat
terapi ini (Grant, 1988).
Pemberian terapi nutrisi
parenteral total bertujuan untuk memberikan kalori dalam jumlah yang terdiri
dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Bahan makanan tersebut
diberikan melalui pembuluh vena sentral yang memiliki aliran darah yang cepat,
seperti : vena subclavia, vena jugularis atau pembuluh vena besar lainnya (Hui,
1985, hal 252).
Beberapa alasan dilakukannya
terapi nutrisi parenteral total adalah pertama, organ tubuh secara
langsung dapat menerima dan menggunakan kalori, asam amino, asam lemak
esensial, vitamin dan mineral tanpa sisa. Kedua, saluran pencernaan
dapat diistirahatkan. Ketiga, mempercepat proses pertumbuhan organ dan
jaringan tubuh karena langsung memperoleh nutrisi dalam jumlah yang memadai. Keempat,
TPN dapat menyebabkan peningkatan berat badan, menjadikan keseimbangan
nitrogen positif, mempercepat penyembuhan luka serta sintesis hormon dan enzim.
Terapi ini hanya digunakan apabila
masukan makanan secara enteral tidak memadai atau merupakan kontra indikasi.
TPN tidak diberikan pada pasien yang saluran pencernaannya dapat berfungsi
selama 7 sampai 10 hari, pada pasien yang masih dapat mencerna makanan dengan
baik, pada pasien yang mengalami stress atau trauma. Terapi ini juga tidak
dianjurkan pada pasien dengan tumor yang telah mengalami metastasis (Grant,
1988).
EVALUASI
Kriteria hasil untuk pasien dengan masalah nutrisi tergantung
pada diagnosa keperawatan. Beberapa kriteria yang dapat digunakan :
• Pasien dapat makan sendiri
• Kebutuhan energi pasien dapat terpenuhi
• Berat badan berkurang 2 kg dalam 14 hari (untuk pasien
dengan obesitas)
• Berat badan naik 0,2 kg dalam 7 hari (untuk pasien dengan
berat badan yang menurun)
• Pasien dapat makan tanpa keluhan mual dan muntah
• Komposisi bahan bahan nutrisi esensial dalam diet seimbang.
|
TANDA DAN GEJALA
|
|
|
NUTRISI MEMADAI
|
NUTRISI TAK MEMADAI
|
Penampilan (gambaran Umum)
|
·
Terjaga,
berespon
|
·
Lemah, apatis,
kaheksi
|
Gambaran khusus
|
·
Daya tahan
tubuh baik, giat, tidur nyenyak, aktivitas kuat
|
·
Mudah lelah,
tidak berenergi, tidak mudah terjaga, kelihatan lesu, apatis
|
Berat
|
·
Berat, tinggi
dan pertumbuhan badan normal
|
·
Berat badan
lebih atau berat badan kurang
|
Rambut
|
·
Mengkilap,
berseri-seri, kuat, tidak merah, kulit kepala dan rambut sehat
|
·
Suram dan
kusam, lemah, wama rambut jelek, merah, rambut tipis dan jarang-jarang
|
Muka (wajah)
|
·
Warna kulit
tidak berubah : terlihat sehat, tidak bengkok
|
·
Kulit lebih
hitam dipipi dan kulit tebal dibawah mata, edema pada wajah (wajah seperti
bulan), wama kulit pucat
|
Mata
|
·
Bersinar
terang, basah, tidak ada luka pada sudut kelopak mata, selaput basah dan
sehat, wama merah muda, pembuluh darah tidak nampak
|
·
Selaput mata
pucat, mata kering, kekuning kuningan disekitar mata, penglihatan kabur atau
kornea mata mengecil
|
Bibir
|
·
Wama merah
muda, lunak, basah, tidak bulat atau bengkok
|
·
Bengkok dan
bulat, terjadi lesi disudut mulut atau belah atau bekas luka (stomatitis)
|
Lidah
|
·
Sangat merah,
permukaan berbintik
|
·
Kelihatan
bengkak, sangat merah atau merah tua, bengkak, berbintik, hypertrophy /
atrophy
|
Gigi
|
·
Lurus, tidak
berlapis, tidak berlubang, tidak sakit, bersih, bentuk rahangnya bagus
|
·
Berlubang,
kelihatan ditambal (fluorosis), letak gigi tidak teratur, gigi hilang atau
ompong
|
Kelenjar
|
·
Tidak ada
pembesaran tyroid, muka tidak bengkak
|
·
Pembesaran
tyroid, pembesaran kelenjar parotis
|
Kulit
|
·
Warna halus,
kelembaban baik
|
·
Kasar, kering,
terbelah, bengkak, pucat, zat wama kurang, bengkak dibawah kulit penyimpanan
lemak di sekitar sendi (xanthomas), memar, petechia
|
Kuku
|
·
Keras, merah
muda
|
·
Bentuk kuku
seperti sendok, mudah rusak, pucat, tajam
|
Kerangka
|
·
Postur tubuh
baik tidak cacat
|
·
Postur tubuh
tidak baik, rusuk rusuk kecil, kaki besar atau bengkok, skapula utama,
perubahan bentuk dada dan gerakan diafragma
|
Otot
|
·
Pergerakan
baik, keras, bentuk baik, beberapa lemak dibawah kulit
|
·
Lemah, bentuk
kurang baik, kurus, kurang pergerakan dan sulit berjalan
|
Extremitas
|
·
Tidak lemah
|
·
Lemah dan
halus, ada edema
|
Abdomen
|
·
Rata (datar)
|
·
Bengkak
|
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi pencapaian tujuan dari
asuhan keperawatan yang telah dilakukan tentang status nutrisi pasien, dapat
digunakan tabel diatas yang menunjukkan perbedaan status nutrisi yang memadai
dan tidak memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar