APENDIKTOMY ec. APPENDICITIS
dgn PERFORASI
A. Definisi
Peradangan pada appendiks
vermiformis (umbai cacing)
B. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui,
faktor yang berpengaruh adalah obtruksi dan infeksi :
1.
Obstruksi
: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalith (35%), Corpus alienum (4%),
striktur lumen (1%).
2.
Ifeksi
: E.coli an streptococcus.
C. Patogenesis
Ada 4 faktor yang mempengaruhi
terjadinya appendicitis yaitu :
1.
Adanya
isi lumen.
2.
Derajat
sumbatan yang terus-mene.rus
3.
Sekresi
mukus yang terus-menerus.
4.
Sifat
inelastis (tak lentur) dari mukosa apendiks.
D. Patofisiologi
|
Appendicitis akut
fokal :
Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa
Appendicitis
supuratif :
Nyeri
pada ttk Mc Burney
Peritonitis
lokal
Appendicitis
Gangrenosa
Perforasi
Peritonitis
umum
Appendicitis
akut setelah 24 jam dapat menjadi :
1.
Sembuh.
2.
Kronik.
3.
Perforasi.
4.
Infiltrat abces
E. Pemeriksaan
diagnosis
1.
Anamnesa
a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrium,
kemudian menjalar ke Mc Burney).
b. Muntah (rangsang viseral).
c. Panas (infeksi akut)
2. Pemeriksaan fisik
a.
Status
generalis
§ Tampak kesakitan
§ Demam
§ Perbedaan suhu rektal >1/2
Celcius
§ Fleksi ringan art. Coxae dextra
b.
Status
lokalis
§ Mc.burney :
Ø
Nyeri
tekan (+)
Ø
Nyeri
lepas (+) → rangsang peritoneum
Ø
Nyeri
ketok (+)
§ Defens muskuler (+) →m.rektus
abdominis
§ Rovsing Sign (+) → pada penekanan
perut bagian kontra Mc.Burney (kiri) terasa nyeri di Mc.Burney karena tekanan
tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara dalam usus, sehingga
bergerak dan menggerakan peritoneum sekitar appendix yang sedang meradang
sehingga terasa nyeri.
§ Psoas sign (+) → m.Psoas ditekan
maka akan terasa sakit di titik Mc. Burney 9pada appendix retrocaecal) karena merangsang peritoneum
sekitar app yang juga meradang.
§ Obturator sign (+) → fleksi dan
endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak
dengan m. obturator internus, artinya appendix di pelvis.
§ Peritonitis umum (perforasi) :
Ø
Nyeri
di seluruh abdomen
Ø
Pekak
hati hilang
Ø
Bising
usus hilang
§ Rectal touche : nyeri tekn pada jam
9 – 12
Alvarado
score :
Digunakan untuk menegakan diagnosis
sebagai appendicitis akut atau bukan, meliputi 3 symtom, 3 sign dan 2
laboratorium :
·
Appendicitis
pain 2 point
·
Lekositosis
(>10 ribu) 2
·
Vomitus 1
·
Anoreksia 1
·
Erbound
Tendeness Fenomen 1
·
Degre
of celcius (>37,5 ºC) 1
·
Obsevation
of hemogram
(segmen > 72%) 1
·
Abdominal
migrate pain 1 +
Total point 10
Dinyatakan sebagai appendicitis akut
bila score > 7 point
3.
Pemeriksaan
penunjang
§ Laboratorium :
Ø
Hb
normal
Ø
Leukosit
normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis)
Ø
Hitung
jenis : segmen lebih banyak
Ø
LED
meningkat (pada appendicitis infiltrat)
§ Rongent :appendicogram
Hasil positif berupa :
Ø
Non-filling
Ø
Partial
filling
Ø
Mouse
tail
Ø
Cut
off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali
telah terjadi peritonitis.
F. Diagnosa
banding
1.
Kehamilan
ektopik terganggu
2.
Salphingitis
akut (adneksitis)
3.
Divertikel
Mackeli
4.
Batu
ureter
5.
Enteritis
regional, gastroenteritis
6.
Batu
empedu
7.
Pankretaitis
8.
Cystitis
9.
infeksi
panggul
10.
Torsi
kista ovarii
11.
Endometriosis
G. Penatalaksanaan
1.
Appendictomi
cito (app.akut, abses dan perforasi).
2.
Appendictomi
elektif (app. kronik).
3.
Konservatif
kemudian operasi elektif (app.infiltrat).
H. Diagnosa
keperawatan
1.
Nyeri
akut b.d agen injuri fisik, diskontinuitas jaringan
2.
Risiko
infeksi b.d prosedur invasif
3.
Kurang
pengetahuan b.d kurang informasi
4.
Risiko
ketidakseimbangan volume cairan
I. Perencanaan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
intervensi
|
Rasional
|
1
|
Nyeri
akut
|
Setelah dilakukan TP selama 2 x 24 jam
tingkat kenyamanan klien meningkat, dibuktikan dengan level nyeri pada scala
2-3, klien dapat melaporkan nyeri pada petugas dan menyatakan kenyamanan
fisik dan psikologis
|
Manajemen
nyeri :
1. Lakukan pegkajian
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kaji kultur yang
mempengaruhi nyeri.
5. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau.
6. Evaluasi bersama
klien dan tim kesehatan tentang keefektifan kontrol nyeri masa lampau.
7. Bantu klien dan
keluarga untuk mendapatkan dukungan
8. Kontrol faktor
lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
10.Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)
11.kaji tipe dan
sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
12.Ajarkan teknik
non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
13.Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri.
14.Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol nyeri.
15.Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
16.monitor
penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek program
pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
3. Cek riwayat algi.
4. ilih analgesik
yang dibutuhkan dam kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari
satu.
5. Tentukan pilihan
analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
6. tentukan
analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
7. Monitor TTV
sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
8. Berikan analgetik
tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
9.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
|
Respon nyeri sangat individual sehingga
penangananyapun berbeda untuk masing-masing individu.
Komunikasi yang terapetik mampu
meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawatt sehingga dapat lebih
kooperatif dalam program manajemen nyeri.
Pengelaman lampau tentang nyeri dan
penenganannya dapat dijadikan bahan evaluatif untuk intervensi nyeri saat
ini.
Dukungan sangat diperlukan ketika nyeri
sedang berlangsung dan untuk penanganan.
Lingkungan yang nyaman dapat membantu
klien untuk mereduksi nyeri.
Pengalihan nyeri dengan relaksasi dan
distraksi dapat mengurangi nyeri yang sedang timbul.
Pemberian analgetik yang tepat dapat
membantu klien untuk beradaptasi dan mengatasi nyeri.
Tindakan evaluatif terhadap penanganan nyeri
dapat dijadikan rujukan untuk penanganan nyeri yang mungkin muncul berikutnya
atau yang sedang berlangsung.
|
2
|
Risiko
infeksi
|
Setelah dilakukan TP selama 2 x 24 jam
tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status
imune klien adekuat, klien mengetahui cara mengontrol nyeri dan konsisten
meng gambarkan perilaku mendeteksi risiko dan mengontrol risiko
|
Konrol
infeksi :
1. Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2. Pertahankan
teknik isolasi.
3. Batasi pengunjung
bila perlu.
4. Intruksikan
kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun
anti miroba untuk mencuci tangan.
6. Lakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai alat pelindung.
8. Cukur dan
persiapkan daerah untuk persiapan prosedur infasif dan pembedahan.
9. Pertahankan
lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
10.Lakukan perawatan
luka dan dresing infus setiap hari.
11.Tingkatkan intake
nutrisi.
12.berikan
antibiotik sesuai program.
Proteksi
terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung
granulosit dan WBC.
3. Monitor
kerentanan terhadap infeksi.
4. Batasi
pengunjung.
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular.
6. Pertahankan
teknik aseptik untuk setiap tindakan.
7. Pertahankan
teknik isolasi bila perlu.
8. Berikan perawatan
kulit pda area oedema.
9. Inspeksi kulit
dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
10.Inspeksi kondisi
luka, insisi bedah.
11.Ambil kultur.
12.Dorong masukan
nutrisi adekuat.
13.Dorong masukan
cairan adekuat.
14.Dorong istirahat
yang cukup.
15.Monitor perubahan
tingkat energi.
16.Dorong
peningkattan mobilitas dan latihan.
17.Dorong batuk dan
napas dalam.
18.Instruksikan
klien untuk minum antibiotik sesuai program.
19.Ajarkan
keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
20.Ajarkan cara
menghindari infeksi.
21.Batasi buah
segar, sayuran, dan merica pada pasien neutropenia.
22.Jauhkan bunga dan
tanaman dari lingkungan klien.
23.Berikan ruang
pribadi.
24.Yakinkan keamanan
air dan hiperklorinisasi dan pemanasan.
25.Laporkan
kecurigaan infeksi.
26.Laporkan jika
kultur positif.
Imunisasi vaksinasi :
1.
Ajarkan kepada keluarga tentang jadwal imunisasi,
alsan dan manfaatnya serta efek samping.
2.
Ajarkan kepada keluarga tentang jenis vaksinasi yang
sesuai dengan paparan tertentu.
3.
Berikan informasi tertulis jika perlu.
4.
Sediakan catatan tentang tanggal dan jenis imunisasi.
5.
Identifikasi tentang teknik administrasi yang tepat.
6.
Identifikasi rekpomendasi terbaru tentang manfaat
imunisasi.
7.
Berikan injeksi pada paha anterolateral.
8.
Informasikan imunisasi untuk turis yang akan pergi
keluar negeri.
9.
Identifikasi tentang kontra indikasi imunisasi.
10. yakinkan informed
concenst untuk pemberian imunisasi.
11. Bantu keluarga
dengan masalah keuangann untuk pembayaran imunisasi.
12. Observasi klien
setelah pemberian imunisasi.
13. Restrain anak
selama pemberian imunisasi.
14. Jadwalkan
imunisasi dalam selang waktu yang tepat.
|
Kondisi lingkungan memberikan pengaruh
yang penting dalam terjadinya infeksi.
Penularan infeksi dapat melalui
pengunjung yang mempunyai penyekit menular.
Tindakan antiseptik dapat mengurangi
pemaparan klien dari sumber infeksi.
Pengunaan alat pengaman dapat melindungi
klien dan petugas dari tertularnya penyakit infeksi.
Perawatan luka setiap hari dapat
mengurangi terjadinya infeksi serta dapat untuk mengevaluasi kondisi luka.
Pnemuan secara dini tanda-tanda infeksi
dapat mempercepat penanganan yang diperlukan sehingga klien dapat segera
terhindar dari resiko infeksi atau terjadinya infeksi dapat dibatasi.
Pengguanan teknik aseptik dan isolasi
klien dapat mengurangi pemaparan dan penyebaran infeksi.
Kemerahan, panas dan produksi dari luka
mengidikasikan terjadinya infeksi.
Satus nutrisi yang adekuat, istirahat
yang cukup serta mobilisasi dan latihan yang teratur dapat meningkatkan
percepatan proses penyembuhan luka.
Konsumsi antibiotik sesuai program dapat
mengurangi resiko resistensi kuman.
Dengan pengetahuan yang cukup maka
keluiarga mampu mengambil peran nyang positif dalam program pencegahan
infeksi dan lebih kooperatif dalam program pengobatan.
Hasil kultur positif menunjukan telah
terjadi infeksi, dan memerlukan penanganan yang tepat sesuai dengan kumen
penyebab infeksi.
Pemberian imunisasi dapat mencegah/
mengurangi terjadinya/keparahan terhadap infeksi yang terjadi.
Pengetahuan keluarga tentang imunisasi
yang meningkat mampu memotivasi mereka untuk proaktif dalam program
imunisasi.
|
3
|
Kurang pengetahuan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam keluarga mampu :
a. Memahami tentang
penyakit dan perawatan yang diberikan
b. Memahami informasi
yang diberikan dan mempertahankan kesehatan yang optimal
c. Bekerja sama
dengan tenaga kesehatan secara proaktif dalam program perawatan
|
1. Diskusikan aspek
ketidakmampuan dari penyakit, lama penyembuhan dan harapan kesembuhan.
2. Berikan informasi
secara jelas dan sederhana.
3. Jelaskan setiap
prosedur tindakan yang diberikan; maksud dan tujuan serta sikap yang
diharapkan.
4. Jelaskan
istilah-istilah medis yang klien/keluarga belum mengetahuainya.
5. Libatkan
klien/keluarga dalam perencanaan dan program perawatan.
|
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
klien/ keluarga tentang penyakit dan perawatan serta harapan-harapan nya
Meningkatkan pengetahuan klien/ keluarga
sehingga dapat lebih kooperatif dalam program perawatan
|
4
|
Risiko
ketidak seimbangan volume cairan
|
Perawat akan mengatasi dan meminimalkan
faktor-faktor risiko ketidak seimbangan cairan, klien akan memperlihatkan tanda-tanda keseim bangan
cairan , KH :
BJ urine normal, intake dan output
seimbang, tidak terjadi penurunan BB yang mencolok
|
1.
Pantau tanda dan gejala dini defisit volume cairan
2.
Berikan obat antiemetik sesuai program.
3.
Berikan cairan sering dalam jumlah kecil untuk
mendorong urinasi setiap 2 jam.
4.
Monitor respon pasien terhadap pemberian terapi
cairan.
5.
Evaluasi pemberian terapi cairan dari respon yang muncul
6.
Pantau input dan output cairan, pastikan input dapat
mengkompensasi output.
7.
Timbang BB setiap hari.
|
Penurunan volume yang bersirkulasi
menyebabkan kekeringan jaringan dan pemekatan urine, deteksi dini memungkinkan terapi penggantian
sesegera mungkin.
Anti emetik dapat mencegah kehilangan
cairan melalui muntah dengan menghambat rangsang terhadap pusat muntah.
Output dapat melebihi input sehingga
dapat terjadi dehidrasi, hal ini apat meningkatkan laju filtrasi glomerulus,
membuat output tidak adekuat
|
Daftar Pustaka
Markum. A.H.1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta.
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif, EGC, Jakarta.
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC),
Mosby, St. Louis.
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002,
Philadelphia.
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar