Rabu, 27 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Leukemia



ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN  LEUKEMIA

A.    Pengertian

Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopietik.

B.     Patofisiologi

Klasifikasi leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit  ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada  morfologis diferensiasi sel  dan pematangan sel-sel leukemia predominan  di dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi  klinik, prognosis dan pengobatannya.

Jika dilihat dari proses diferensiasi sel darah penggolongan leukemia limfoblastik dan mieloblastik dapat dilihat pada bagan dibawah ini :















Leukemia dapat terjadi sebagai akibat diferensiasi abnormal pada salah satu proses diatas.

Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia lemfositik, terutama kronik menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun. 

Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting.  Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot.  Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil.  Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.

Leukemia akut baik granulositik atau mielositik  merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983).  Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea.  Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mingkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.

Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa.  Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan.   Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler  sum-sum tulang belakang


Secara jelas,  hubungan  antara patologi leukemi dengan respon klien terhadap kondisi tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut:



C. Pengkajian


   SISTEM
DATA SUBYEKTIF
DATA OBYEKTIF
Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
Sirkulasi
Berdebar
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
Eliminasi
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas,  Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan  output urine.
Perianal absess, hematuri.
Rasa nyaman
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
Meringis, kelemahan, hanya  berpusat pada diri sendiri.
Rasa aman
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.
Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis,  pembesaran  kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
Makan dan minum
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan,  nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).

Sexualitas

Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.

Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
Respirasi
Nafas pendek,
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
Belajar
Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfe-nikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi.  Kesalahan kromosom,


Data penunjang:
Penghitungan  sel darah :
-          Normocitic, normokromik anemia
-          Hb < 10 g/100 ml
-          Retikulosit :  rendah
-          Platelet count : < 50.000/mm
-          WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
-          PT/PTT memanjang
-          LDH meningkat
-          Serum asam urat dalam urine : meningkat
-          Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
-          Serum tembaga : meningkat
-          Serum Zinc : menurun
-          Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
-          Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
-          Lymp node biopsy : tampak pengecilan

C.    Diagnose Keperawatan

1.      Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
2.      Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3.      Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4.      Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
5.      Kurangnya pengetahuan  tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi.




D.    Intervensi Keperawatan dan Rasional


DX
INTERVENSI
RASIONAL
1


















































2.
































3.


















4.












5
-       Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayyur segar.

-       Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien

-       Monitor vital sign



-       Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.



-       Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur..
-       Pegang klien dengan lembut dan linen tetap kering dan rapi.
-       Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.

-       Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.

-       Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
-       Awasi istirahat dan pola tidur klien secara  ketat.
-       Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.

-       Lakukan tindakan kolaborasi:
-    Blood test count :  WBC dan Neutrofil.


-    Lakukan kulture

-    Pemberian antibiotik sesuai order.
-    Review serial X-Ray

-    Berikan makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan infeksi sperti yang sudah dimasak atau yang sudah diproses secara higienes.

-    Monitor intake dan out-put





-    Tim bang berat badan  setiap hari


-    Monitor Tensi dan frekwensi jantung.

-    Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
-    Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.


-    Lakukan tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan sikat gigi yang lembut, kapas swab, lakukan tepid sponge, gunakan alat cukur elektrik.
-    Kolaborasi:
-    Lakukan pemasangan IV line

-    Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.

-    Pemberian anti muntah

-    Pemberian Alluporinol


-    Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
-    Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
-    Jaga lingkungan agar tetap tenang
-    Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
-    Letakkan pada posisi nyaman

-    Lakukan perubahan posisi secara periodic

-    Evaluasi koping mekanisme klien
-  Kolaborasi:
-          Kadar asam urat
-          Pemberian analgetik
-          Pemberian narkotik
-          Antianxiety

-    Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.


-    Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
-    Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
-    Kolaborasi:
-          Antiemetik
-          Berikan oksigen


- Berikan penjelasan tentang patologi leukemia, tindakan serta prognosenya.kepada keluarga


-       Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.

-       Mencegah infeksi silang


-       Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
-       Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi CNS.
-       Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
-       Mencegah eksoriasi.

-       Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
-       Jaringan mukosa mulut merupakan  medium bagi perkembangan bakteri.
-       Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
-       Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
-       Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.

-    Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan  efek samping dari pengobatan kemoterapi.
-    Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
-    Untuk mencegah infeksi
-    Indikator dari perkembangan kondisi klien.





-  Penurunan volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan RBC sehingga dapat menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.

-  Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.

-  Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
-  Sebagai indicator status dehidrasi.

-    Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan  perdarahan yang tak terkontrol.
-    Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan  tak terkontrol.

-    Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
-    Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hct  dapat menimbulkan perdarahan.
-    Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
-     Mencegah timbulnya nefropati


-    Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap
-    Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri.
-    Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki koping mekanisme.
-    Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
-    Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

-    Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri.





- Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
-    Untuk menyimpan energi dan perbaikan sel.
-     






- Menyiapkan mental untuk tindakan menghadapi kasus yang diderita anaknya.




































DX & Definisi EFFUSI PLEURA MALIGNA


EFFUSI PLEURA MALIGNA

A.                PENDAHULUAN

Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.
Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :
a.       Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.
b.      Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.
c.       Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu 


Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.
Bila terjadi pergeseran alat mediastinal baik yang disebabkan oleh terbentuknya cairan maupun karena aspirasi cairan, kedua keadaan dapat menimbulkan kegawatan paru.
Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan  jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.

B.                 ETIOLOGI

Sebagian besar penyebab dari effusi pleura maligna ditimbulkan oleh tumor ganas paru, dan dapat disebabkan pula oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi pleura, sirosis hepatis, meigh syndrome, sub phrenic abses, vena cava superior syndrome, SLE, rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai sebab yang belum jelas (idiopatik).
Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52 %. Berdasarkan jenis tumornya bisa karena tumor primernya atau metastasis dari tempat lain. Tumor-tumor primer lebih jarang menyebabkan effusi pleura dari pada tumor metastasis. Akan tetapi bila terdapat mesotelioma sebagian besar akan menyebabkan effusi pleura maligna.
Tumor-tumor pleura yang sering menimbulkan cairan pleura antara lain bronchogenig ca, ca mamma, limphoma atau tumor-tumor dari tempat lain seperti colon, rectum, abdomen, cervic, renal, kelenjar adrenal, pankreas, esophagus, thyroid, testis, osteogenic sarcoma dan multiple myeloma.

C.                 PATOGENESIS

Patogenesis terbentuknya effusi pleura  dapat dibagi antara lain:
1.      Non Malignancy
Dalam keadaan fisiologi cairan pleura berkisar antara 10-20 cc dan cairan ini bervariasi pada latihan fisik. Sedangkan tekanan hidrostatik intra pleura adalah minus 5 cm H2O. Menurut teori driving pressure adalah sama dengan perbedaan tekanan hidrostatik ( tekanan intra pleura dikurangi tekanan hidrostatik kapiler dikurangi dengan tekanan hidrostatik antara kapiler dan tekanan ini besarnya 6 cmH2O). Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan osmotik.
Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan dengan kekuatan pengisapan sama dengan perbedaan tekanan osmotik intra kapiler dan intra pleura (reabsorbsion pressure 9 mmHg)
Sebagaimana diketahui tekanan hidrostatik intra kapiler pada pleura parietalis 30 mmHg, tetapi tekanan hidrostatik kapiler pada pleura visceralis  11 mmHg. Sedangkan faktor yang lain dapat dianggap konstan , yakni tekanan hidrostatik intra pleura 5 mm Hg, tekanan osmotik intra pleura 6 mmHg dan tekanan osmotik intra kapiler 32 mmHg. Dengan perkataan lain di pleura parietalis berlaku rumus:
      PD       = (PHC-PHP)-(POC-POP)
                  = (30-(-5)-(32-6)
                  = 9 cmH2O
Pada pleura visceralis :
      PD       = (11-(-5)-(321-6)
                  = - 10 cmH20
Secara teoritis pembentukan cairan dapat dibagi atas :
A.    Eksudat
a.       Permeabilitas kapiler pleura bertambah
b.      Pengaliran cairan limphe rongga pleura terhambat
B.     Transudat, yang terdapat pada :
a.       Bendungan sistemik dari arteri pulmonalis
b.      Hipoproteinemia disertai merendahnya koloid osmotik plasma
c.       Tekanan intra pleura yang sangat negatif
d.      Perembesan transudat intra peritoneal melalui sistem limpha dan menembus diaphragma ke rongga pleura.
2.      Effusi pleura maligna
Pada effusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis ini tidak lagi dapat diperhitungkan oleh karena faktor mekanisme pembentukan cairan memberikan gambaran patologis :
a.       Erosi pembuluh darah dan pembuluh limphe
b.      Obstruksi pembuluh darah atau pembuluh limphe
c.       Effusi oleh karena skunder infeksi dari tumor
d.      Implantasi sel tumor pada pleura
Pembentukan cairan yang demikian menyebabkan cairan cepat terkumpul dan bertambah dimana terbentuk secara massive.


D.                DIAGNOSA

Diagnosa dari effusi pleura ditegakkan atas dasar keluhan dari penderita dan dapat dibedakan atas
1.      Riwayat Penyakit, dimana terdapat :
a.       Keadaan uum yang lemah
b.      Terdapatnya dispneu
c.       Terdapatnya rasa nyeri dada
d.      Suhu tubuh yang tidak tetap
2.      Pemeriksaan Fisik yang ditandai dengan :
a.       Hemithorak yang kurang bergerak
b.      Vocal fremitus berkurang
c.       Perkusi redup
d.      Suara pernafasan menghilang
Secara teoritis dapat pula ditentukan garis Ellis Damoiseu, namun pemeriksaan rontgen laebih dapat memberikan tanda-tanda yang pasti. Pada gambaran radiologis ditemukan gambaran perselubungan, ruang antar iga yang melebar dan desakan pada alat mediastinum. Disamping tanda yang pasti adanya meniskus pada permukaan cairan dan dapat dibuktikan terdapatnya pergeseran cairan pada photo lateral decubitus.
Di samping itu kadang-kadang suatu massa tumor memberikan gambaran Golden S sign, dimana permukaan conveks sedangkan meniscus cairan memberikan gambaran konkaf. Bentuk dimana didapatkan bayangan cairan pleura sering sukar dibedakan dengan atelektasis lebih-lebih terdapat atelektasis dan cairan pleura bersama-sama yang memberikan gambaran radiologis yang tak jarang pada kanker paru  yang tumbuh intra luminer.
3.      Pleura punctie
Dapat memastikan adanya cairan dalam pleura dan jenis cairan eksudat, transudat,hemorhagic atu pus. Walaupun tes biokimia meliputi alkalinephospatase, lacticodehidrogenase, amilase, glucosa, protein dan lemak atau pemeriksaan sedimen dari pleura yaitu eritrosit, leukosit ataupun pemeriksaan bakteriologis, akan tetapi secara makroskopis cairan ini telah dapat dilihat.
Penyebab yang pasti dari effusi pleura hanya ditegakkan atas dasar sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit dari cairan punksi maupun biopsi pleura. 

E.                 TERAPI

1.      Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa effusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disampng itu punksi dituukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.
 Jumlah cairan yang boleh diasirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umm penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.       Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.      Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.       Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
a.       Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
b.      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
c.       Aspirasi pleura dapat menimbulkan skunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
1.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg
2.      Pleurodysis
Dapat dipergunakan darah atau glukosa atau dengan talc poudrage dengan tujuan untuk menghilangkan rongga pleura.
3.      Pleurectomy/ dekortikasi
Dengan tujuan untuk menghilangkan pleura, sering dilakukan pada carcinoma mamma.
4.      Memasukan bahan-bahan radioaktif
a.       Dapat digunakan Au 198 sebanyak 75-150 mc sampai dengan dosis 450 mc
b.      P32 (Cr P32O4) sebanyak 10-20n mc.
c.       Yetrium 90.
Walaupun berbagai penlitian tidak menunjukkan hasil yang baik akan tetapi pada metastase carcinoma mamma menunjukkan hasil yang lebih baik daripada carcinoma paru primer.
5.      Citostatic intra pleura.
Zat-zat yang digunakan biasanya :
a.       Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.
b.      Theothepa 20-50 mg intra pleura
c.       Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
d.      Fluoro uracil dan mitomycine
6.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..