Senin, 04 Juni 2012

Askep Gagal Ginjal Akut pada Neonatus


GAGAL GINJAL AKUT PADA NEONATUS
Abstrak 
Gagal ginjal akut (GGA) pada neonatus merupakan masalah yang serius. Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus, selain beberapa penyebab yang sering ditemukan yaitu prerenal, renal dan post renal, kelainan yang diturunkan dan kongenital, gangguan perinatal, penyakit dari ibu dan penggunaan obat obatan harus mendapat perhatian..
Patofisiologi GGA iskemi sangat komplek meliputi gangguan hemodinamik, timbunan leukosit serta kerusakan epitel dari tubulus ginjal yang diikuti dengan proses penyembuhan baik dari morfologi maupun fungsi ginjal. Pada GGA, terjadinya vasokonstriksi persisten diduga sebgai penyebab utama terjadinya gangguan fungsi ginjal. Penanganan GGA pada neonatus harus mempertimbangkan bahwa hemostasis dan fungsi ginjal masih belum sepenuhnya sempurna.
 

Pendahuluan
Gagal ginjal akut (GGA) pada bayi baru lahir merupakan masalah yang serius. Keadaan ini biasanya disertai dengan oliguria atau anuria. Namun pada beberapa kasus dapat terjadi tanpa disertai penurunan produksi urin, yang disebut gagal ginjal akut non oliguria. GGA non oliguria sering ditemukan sebagai akibat obat obatan khususnya golongan aminoglikosida (1).
Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus perlu memperhatikan beberapa hal yaitu adanya kelainan kongenital, keadaan perinatal, penyakit atau keadaan ibu, obat obatan yang dipergunakan, disamping mencari kemungkinan penyebab prerenal, renal dan post renal (2).
Angka kejadian GGA menurut Fitzpatrick berkisar 1 – 3 % pertahun, sedang beberapa penelitian mendapatkan 23% (3,4). GGA pada neonatus walaupun jarang ditemukan, tidak semua penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik.oleh karena banyak kesulitan yang ditemukan terutama pada pelaksanaan terapi pengganti fungsi ginjal. Namun berbagai upaya dilakukan untuk dapat menyelamatkan bayi tersebut walaupun mempunyai prognosis yang kurang baik(2). 
Definisi gagal ginjal akut pada neonatus adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak, disertai peningkatan kadar kreatinin  dalam darah serta penurunan produksi urin ( < 0,5-1 ml/kg BB/jam) sampai anuria. Anuria bila produksi urin < 1ml/kg BB/hari (2,3,5).
Pada umumnya (100%) bayi baru lahir akan kencing  pada 48 jam pertama setelah lahir (4). Dalam keadaan normal, setelah lahir produksi urin bayi berkisar 1-3 ml/kg BB/jam. Oliguria pada neonatus, bila produksi urin < 0,5-1 ml/kg BB/jam. Keadaan anuria pada bayi baru lahir pada 24 jam pertama biasanya masih dianggap normal, oleh karena sering bayi telah kencing pada saat setelah lahir ( masih diruang persalinan) (2). 
Pembentukan organ ginjal
Pada manusia, nefrogenesis mulai terjadi 5 sampai 6 minggu setelah terjadinya fertilisasi
yang diawali dengan pembentukan metanefros. Sedang metanefrik glomeruli mulai terbentuk minggu ke 9. Nefrogenesis terus berlangsusng dan lengkap setelah mencapai minggu ke 36. Jumlah nefron pada manusia diperkirakan berkisar 1 juta pada tiap ginjal. Namun demikian jumlah nefron ini dapat dipengaruhi faktor faktor prenatal misalnya gangguan pertumbuhan pada fetus, kekurangan protein, kekurangan vitamin A, serta beberapa obat obatan misalnya gentamisin, amino-penisilin, cyclosporine A serta glukokortikoid. Ibu dengan hiperglikemia juga dapat menyebabkan gangguan pembentukan jumlah nefron. Walaupun jumlah nefron dapat dipengaruhi banyak faktor, fungsi filtrasi dari ginjal tampaknya tidak banyak dipengaruhi  oleh karena adanya kemampuan untuk meningkatkan filtrasi pada ginjal(6, 7). Walaupun belum ada penelitian penelitian yang menunjang, penurunan jumlah nefron diduga akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik (6, 8).
Pada pertumbuhan ginjal, dikenal adanya immunoreactiv COX-2 yang ditemukan pada saat embriologi ginjal. COX-2  akan merangsang induksi sel sel morfogenesis selama nefrogenesis. COX-2 ini relatif rendah setelah lahir. Bukti bukti menunjukkan bahwa hambatan pada COX-2 akan mempengaruhi  perumbuhan dan fungsi ginjal. Penggunaan obat obatan pada trimester ke 2 dan ke 3 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang dikenal dengan nama “ACEI Fetopathy” . Gangguan utama adalah pada tubulus ginjal dimana terjadi dysplasi tubulus ginjal. Gangguan lain yang ditemukan adalah hipokalemia, gangguan pertumbuhan intra uterin, pattern ductus arteriosus (PDA). Gangguan ini merupakan akibat hipotensi karena pengguanaan angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), menurunnya angiotensin serta meningkatnya bradikinin (2). 
Aliran darah pada ginjal
Pada neonatus, ginjal menerima aliran darah 15 – 20 % dari cardiac output. Keadaan ini berbeda dengan orang dewasa yang menerima aliran darah ± 25% dari cardiac output. Segera setelah lahir darah akan mencapai ginjal dan mengisi seluruh bagian ginjal. Setelah beberapa hari akan terjadi peningkatan aliran darah pada ginjal. Regulasi aliran darah ini diatur oleh beberapa macam vasoaktif faktor yaitu sistim syaraf pada ginjal, vaso presin, adenosin, eicosonoid, sistem kalikrein serta renin angiotensin. (1).
Aliran darah pada ginjal atau renal blood flow pada bayi yang lahir dengan umur kehamilan 28 minggu dengan melakukan pemeriksaan klearan paraamino hippurate (PAH) adalah 10 ml/min/m2, sedang pada umur kehamilan 35 minggu 35 ml/min/m2. Setelah lahir akan terus meningkat dan mencapai 2 kali lipat pada saat umur 2 minggu, serta matur pada umur 2 tahun. Peningkatan renal blood flow pada bayi merupakan reflek peningkatan renal blood flow terutama pada daerah kortek ginjal. Renal blood flow diatur oleh 2 faktor yaitu cardiac out put dan ratio dari tahanan pembuluh darah ginjal dan sistemik. Setelah lahir terjadi peningkatan cardiac out put serta terjadi penurunan tahan pembuluh darah ginjal. Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal ini lebih besar dari pada penurunan tahan pembuluh darah sistemik, sehingga berakibat terjadinya peningkatan renal blood flow. (6,7).
Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal pada neonatus dihubungkan dengan peningkatan renin angiotensin maupun ensim converting angiotensin pada ginjal. Angiotensin 2 (AT2) reseptor mempunyai effek sebagai vasokonstriksi, apoptosis pada saat organogenesis dan perkembangan dari saluran saluran ginjal, dengan melakukan rangsangan proliferasi dan deferensiasi dari otot polos dari ureter. AT2 reseptor juga akan merangsang produksi dari  prostaglandin, nitric oxide, endotelin yang mempunyai efek sebagai vaso dilatasi dan menyebabkan maturasi sehingga akan terjadi peningkatan dari renal blood flow (6). 
Laju filtrasi glomerulus (LFG) .
Pada saat setelah lahir, tekanan darah bayi sangat rendah dan tahanan dalam pembuluh darah sangat tinggi, sehingga filtrasi pada glomerulus sangat rendah. Keadaan ini juga terjadi karena jumlah area filtrasi juga masih minimal. Laju filtrasi yang sangat rendah ini menyebabkan terbatasnya kemampuan fungsi ginjal baik dalam pengaturan air, elektrolit, hemostasis dan ekskresi dari bahan bahan atau sampah metabolik (1)
Dalam kurun waktu 1 bulan, LFG meningkat secara cepat oleh karena terjadi peningkatan tekanan darah, turunnya resistensi atau tahanan pembuluh darah ginjal dan lebih meningkatnya permukaan filtrasi dari ginjal. Laju filtrasi glomerulus pada neonatus adalah sesuai dengan umur kehamilan. Pada kehamilan 30 minggu LFG <10 ml/min/1.73m2, kehamilan 34 minggu <15 ml/min/1.73m2, dan pada kehamilan 40 minggu berkisar 40 ml/min/1.73m2 . Pada umur 2 tahun LFG anak sama dengan dewasa. (1, 6)
Walaupun fungsi ginjal pada neonatus masih kurang sempurna dibandingkan  pada anak anak atau pada orang dewasa namun demikian fungsi ginjal pada neonatus sudah dapat bekerja dengan baik untuk mengatasi pengaruh fisiologis dan mempertahankan perkembangan dan maturasi dari  ginjal. Tetapi, kemampuan untuk menghadapi stress masih sangat terbatas misalnya pada keadaan sakit  atau oleh karena tindakan medis yang dilakukan. Pada terapi sinar, walaupun bayi dalam keadaan dehidrasi tidak mampu melakukan adaptasi. Sehingga produksi kencing bayi tidak berkurang walaupun dalam keadaan dehidrasi. Bila keadaan ini terjadi akan membahayakan keadaan bayi tersebut. (1).
Hemostasis cairan pada neonatus
Total body water (TBW) sesaat setelah lahir sangat tinggi lebih kurang 75% dari total masa tubuh, dimana 40% dari total masa tubuh adalah cairan ekstra sel. Dalam beberapa hari akan terjadi perubahan dimana cairan ekstra sel akan masuk kedalam sel. Setelah bayi berumur 2 bulan cairan dalam intra sel menjadi 43% dan ekstra sel menjadi 30% dari berat badan. Saat umur 9 bulan TBW menjadi 62%, dimana 35%  adalah cairan intra sel dan 27% cairan ekstra sel.
Ciri khas pembuluh darah ginjal sesaat setelah lahir adalah mudah bocor. Sehingga bila diberi cairan non koloid misalnya normal salin atau ringer lactat, akan mudah merembes ke interstitiel. Keadaan ini disertai penurunan LFG, dapat menjelaskan terjadinya keterlambatan pengeluaran urin pada bayi baru lahir (1). 
Kemampuan untuk mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin.
Pada fetus, metanefrik mulai memproduksi urin saat umur kehamilan 8 minggu. Pada bayi baru lahir, kemampuan ginjal untuk memekatkan atau mengkonsentrasikan urin masih sangat terbatas. Sehingga bayi sangat mudah mengalami dehidrasi pada keadaan diare, muntah muntah maupun pada saat dilakukan terapi sinar. Namun demikian bukan berarti ginjal pada bayi mudah mengeluarkan air. Kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air juga terbatas oleh karena fungsi dari glomerulus masih rendah. (1, 8).  
Pengaturan asam basa pada bayi
Dalam keadaan normal asam basa tubuh diatur oleh sistem buffer ekstra dan intra seluler, sistem respirasi dan adaptasi dari ginjal. Pada bayi baru lahir sistem buffer sudah dapat bekerja dengan baik. Namun kemampuan adaptasi ginjal terhadap perubahan asam basa masih rendah oleh karena LFG masih rendah. Demikian pula kemampuan tubulus ginjal ginjal untuk melakukan transport bikarbonat dan hidrogen masih rendah. Kemampuan ginjal beradaptasi seperti dewasa setelah umur bayi mencapai1 tahun (1, 8) 
Tabel1. Kadar nilai ambang bikarbonat pada bayi dan dewasa (1).
Bayi prematur
NaHCO3 14 mmol/l
Bayi aterm
NaHCO3 18 mmol/l
dewasa
NaHCO3 24-26 mmol/l
Rendahnya nilai ambang NaHCO3 pada bayi akan memperburuk keadaan bayi dengan terjadinya asidosis metabolik seperti pada sepsis, asfeksi  dan dehidrasi (1).
Etiologi
Pada neonatus dan bayi penyebab gagal ginjal akut yang sering dijumpai adalah:
Prerenal yaitu:
      -Perdarahan perinatal, twin twin tranfusion, komplikasi amniosintesis, abruptio
        plasenta, troma kelahiran, dehidrasi, hipoalbumin, NEC
      -Perdarahan neonatal, perdarahan intra ventrikel, perdarahan adrenal.
      -Asfeksi perinatal, hipoksia, hyalin membrane disease
      -Peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal yaitu pada polisitemia, NSAID
Interinsik/renal
      -Tubular nekrosis akut dapat terjadi akibat asfeksi perinatal, pemakainan obat   
         obatan aminoglikosida, NSAID yang diberikan saat hamil.
      -Angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, dapat menembus plasenta
         sehingga dapat mengganggu hemodinamik dan dapat mengakibatkan terjadinya
         gagal ginjal akut
-Glomerulonefritis akut (jarang terjadi), merupakan akibat antibodi dari ibu yang dapat menembus plasenta dan menimbulkaan reaksi dengan glomerulus. Juga transfer penyakit penyakit kronik yaitu syfilis, sitomegalo virus dapat menyebabbkan gagal ginjal akut.
Post renal
    • Kelainan kongenital pada saluran kencing merupakan penyebab post renal yang sering ditemukan.
(9, 2)
Asfeksi dan sepsis merupakan penyebab GGA tersering pada bayi. Pada kasus kasus di perawatan intensif, kombinasi dehidrasi, sepsis, renjatan atau syok dan pemakaian obat nefrotoksik sering ditemukan sebagai penyebab GGA pada neonatus. Namun keadaan ini sering reversibel bila diketahui dan ditangani dengan tepat dan segera.
Obstruksi seyogyanya dapat dideteksi antenatal. Keterlambatan penanganan akan memperburuk prognosis . Pada kasus prenatal diagnosis dengan obstruksi, pemeriksaan ultrasonografi dan voiding cystourography harus dilakukan pada hari  pertama  setelah lahir.
Trombosis dapat menyebabkan GGA dan hipertensi  juga sering ditemukan.
Obat obatan yang dipakai ibu merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Pemakaian obat obatan harus hati hati pada trimester ke 2, namun yang paling beresiko pada trimester terakhir. Pada saat kehamilan mencapai 34 minggu, nefron ginjal telah mencapai 1 juta, namun maturasi glomerulus dan tubulus terus berlanjut sampai 2 bulan setelah lahir.
Urutan penyebab GGA setelah dilakukan observasi selama 1 tahun dari 36 kasus (congress nephrology internet 2003) (2)
      -Asfeksi    5 kasus
      - Respiratori distress   4 kasus
      - Neonatal sepsis   17 kasus
      - Obat obatan :
       Nimesulid  2  kasus
         Aminoglikosida 2 kasus
      - Obstruksi    2 kasus
      -  Kelainan jantung bawaan  2 kasus 
Patofisiologi (10, 11)
Gagal ginjal akut merupakan gangguan yang bersifat multifaktor meliputi gangguan hemodinamik renal, obstruksi intratubular, gangguan sel serta metabolik dan gangguan suseptibel nefron yang spesifik. Vasokontriksi renal diduga memegang peranan utama terjadinya GGA.
Penelitian pada manusia dan binatang menunjukkan bahwa penurunan LFG terjadi sebagai akibat persisten vasokonstriksi, yang terutama terjadi akibat peningkatan solut pada makula densa, serta menyebabkan aktifasi feedback dari tubulus dan glomerulus. Telah terbukti bahwa terjadi peningkatan tonus, peningkatan respon atau reaktifitas terhadap bahan yang menyebabkan vasokonstriksi, dan penurunan respon vasodilatasi pada arteriol pembuluh darah ginjal. Perubahan struktur dari cytoskeleton pada arteri, arteriol, sel mural atau pericytes dari vasarecta setelah terjadi iskemi, akan menyebabkan hilangnya autoregulasi dari aliran darah ginjal serta aktifitas pembuluh darah yang tidak normal.
Terjadinya persisten vasokonstriksi preglomerulus diduga sebagai penyebab utama gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II, thromboxane A2, leukotrienes C4, dan D4, endothelin-1, adenosine, endhothelium-derived prostaglandin H2 serta rangsangan sjaraf sympatis. Pada keadaan iskemia ginjal terjadi peningkatan kadar endothelin-1. Pemberian anti-endothelin antibodies atau endothelin reseptor antagonis diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskemia. Nitric oxide (NO), merupakan vasodilator, dapat menurunkan ekspresi dan aktifasi endotel oleh endothelin. Pada binatang percobaan terbukti bahwa adenosin mempunyai efek vasokonstriksi yang dapat memperburuk GGA. Namun demikian rangsangan adenosin A2 reseptor terbukti mempunyai efek sebagai anti inflamasi yang kuat pada keadaan iskemia maupun reperfusi ginjal. Diduga bahan yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal terjadi secara sinergi.Walaupun vasokonstriksi diduga merupakan penyebab utama patofisiologi GGA, namun pemberian vasodilator misalnya dopamin, atrial nitriuretic peptid tidak terbukti dapat dipakai sebagai pencegahan maupun terapi iskemia pada GGA.
Peningkatan solut di nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari tubulus proximalis dengan berpindahnya posisi ensim Na+K+ATPase serta gangguan integritas dari tight junction. Akibatnya, terjadi penurunan absorbsi dari sodium pada transellular. Penurunan aliran darah daerah outer medulla pada pembuluh darah bagian medulla diduga memegang peranan utama gangguan fungsi ginjal pada GGA. Penurunan aliran darah didaerah medula ini akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan masukkan oksigen. Disamping itu, terjadi sumbatan serta timbunan lekosit pada pembuluh darah bagian medulla akan memperburuk keadaan pada GGA. Tampaknya selain vasokonstriksi, kerusakan dan aktifasi endotel, inflamasi, lekosit dan sel adhesi juga memegang peranan penting terjadinya gangguan fungsi ginjal. Aktifasi endotel dan peningkatan regulasi dari sel adhesi akan menyebabkan terjadinya pembengkakan dan hilangnya fungsi barrier dari sel endothel. Selain itu terjadi peningkatan reaksi antara lekosit dan endotel pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi interaksi dengan sel lekosit, platelet dan terjadi sumbatan mekanik pada pembuluh darah kecil di ginjal.
Aktifasi lekosit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cytokines, chemokines, eicosanoid serta reactive oxygen species (ROS) dengan akibat akan terjadi peningkatan regulasi dari sel adhesi. Selain itu akibat paparan lekosit oleh cytokines akan menyebabkan terjadinya deformitas dari lekosit sehingga lekosit akan di sequestered. Lekosit yang disequestered ini akan meningkatkan kerusakan dari tonus pembuluh darah dengan mengeluarkan ROS dan eicosanoid.







 

Gambar1.
Patofisiologi GGA iskemi
MICROVACULAR       TUBULAR
 

Glomerulus Medullary                 ↓ O2















 

↑Vasocostriction in response to:    Cytoskeletal breakdown
      endothelin, adenosin     Loss of polarity
      angiotensinII, thromboxan A2   Apoptosis&Necrosis
      lekotrien, sympathetic nerve    Desquamation of viable
      activity       and necrotic cells          Tubular obstruction
↓Vasodilatasi in response to:     Backleak
      nitric oxide, PGE2, acetylcholin
      bradikinin
↑Endothelial and vascular smooth
   muscle cell structural damage

↑Leukocyte-Endothelial adhesion
      vascular obstruction, leukocyte
      activation and inflamation










Dikutip dari Journal of the American Sociaty of Nephrrology 14:8;2003
Pada keadaan post iskemi GGA, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972 menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi GGA. Sedang Goligorsky mendapatkan pada binatang dengan mempergunakan intravital vidio microscopy, terdapat aliran retrograde melalui kapiler peritubular pada daerah kortek setelah terjadi periode iskemia. Basile pada binatang percobaan mendapatkan terjadinya penurunan jumlah pembuluh darah kecil didaerah outer medulla pada 4, 8, 40 minggu setelah terjadi iskemi berkisar 60 menit pada GGA. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya fibrosis dari tubulus interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin.
Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi GGA masih kontrofersi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga didapat peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti bukti lain mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan menghambat infiltrasi T sel dan makrofag di ginjal, sehingga dapat memproteksi  kerusakan ginjal. Pada periode post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di vasarecta, serta didapat peningkatan regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi anti B7-1 protein sebelum dilakukan percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan dari T sel, monosit/makrofag.
Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada lekosit, dengan merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-α.  Setelah terjadi iskemi 30 menit pada ginjal, akan terjadi peningkatan TNF-α mRNA, sedang TNF-α transcription factor dan NF-κB akan diaktifasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus TNF-α binding protein akan menurunkan aktifitas TNF-α serta infiltrasi dari netrofil, sehingga dapat mempertahankan fungsi ginjal. Angiotensin II sebagai vasokonstriksi bekerja dengan meningkatkan produksi chemokines oleh sel endotel sehingga meningkatkan interaksi antara lekosit dan endotel. Sedang nitric oxide bekerja dengan menghambat TNF-α sehingga dapat mmelindungi ginjal dari kerusakan akibat iskemi.
Akibat jangka panjang dari GGA pada manusia masih belum diketahui dengan pasti dan masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung dari penyebab GGA dan lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa didapatkan bahwa Briggs melakukan observasi 4-75 bulan, Lewers observasi 2-15 tahun, Bonomini observasi 1 & 15 tahun, Kjellstrand observasi <1 tahun mendapatkan bahwa 35 sampai 71% penderita setelah mengalami GGA fungsi ginjal tidak kembali sempurna. Gangguan yang sering ditemukan adalah ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasikan urin. Bonomini melaporkan adanya penurunan GFR dalam kurun waktu 1-5 tahun observasi. Sedang Lewers mendapatkan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun demikian penderita penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata. Basile menyimpulkan bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi GGA iskemi, namun gangguan pada microvacular akan menetap. Keadaan ini harus diwaspadai efek jangka panjang pada GGA iskemi (12, 13). 
Diagnosis (2)
Riwayat penyakit memegang peranan penting.
Riwayat penyakit prenatal:
    • Keadaan ibu
    • Obat obatan NSID, COX-2 inhibitor, ACEI, Angiotensin reseptor bloker
    • Oligohidramnion menggambarkan bahwa terjadi penurunan produksi urin pada janin. Keadaan ini sering dihubungkan dengan agenesis ginjal, displasi ginjal, penyakit policystic, obstruksi. Adanya peningkatan α fetoprotein pada cairan amnion sering dihubungkan dengan sindroma nefrotik kongenital
Riwayat keluarga:
Adanya keluarga dengan kelainan ginjal, penyakit policystic dan gangguan tubulus ginjal.
Riwayat persalinan
    • Fetal distress
    • Asfeksi perinatal
    • Syok oleh karena kekurangan cairan
Pemeriksaan klinis
    • Adanya masa abdomen yang diduga ada hubungannya dengan gangguan
saluran kencing.
    • Kelainan anomali yang sering disertai dengan kelainan ginjal yaitu:
      • low set ear    meningocele
      • genitalia ambiguous  pneumothorax
      • atresia anal   hemihipertrophy
      • defect dinding abdomen  persistent urachus
      • Anomali vertebra   hipospadia
      • Kriptorkidism

Untuk membedakan GGA prerenal dan GGA interinsik dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
    • Urea yang melebihi proporsi terhadap kreatinin
    • Gagal ginjal indeks yaitu serum kreatinin, fraksi ekskresi natrium, osmolaritas urin.
    • Melakukan challenge secara hati hati mempergunakan Ringer Lactat 10-20 ml/kg BB selama 1-2 jam. Bila urin keluar dalam 1 jam berarti GGA prerenal. Bila tidak ada urin yang diproduksi dalam 1 jam setelah pemberian cairan, diberikan furosemid 1 mg/kg BB. Bila urin tetap tidak diproduksi kemungkinan suatu gagal ginjal dengan penyebab interinsik.

Terapi (2)
Penanganan awal penderita dengan ARF adalah koreksi cairan, keseimbangan elektrolit, disamping mencari penyebab dari ARF. Kekurangan cairan pada bayi dapat diatasi dengan pemberian cairan. Namun demikian harus diingat bahwa pada bayi terutama bayi prematur, severe prematur, terutama bayi dengan berat badan < 1250 gram, kemampuan ginjal masih terbatas.Hal hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
    • Keterbatasan untuk mengkonsentrasikan urin. maksimum
   Berat jenis 1.021 sampai 1.025
    • Terbatasnya kemampuan untuk absosbsi dan ekskresi air.
    • Keterbatasan regulasi dari glukose
    • Keterbatasan untuk mengekskresi kelebihan natrium
    • Rendahnya nilai ambang terhadap kadar bikarbonat di proximal tubulus
Serta keterbatasan memproduksi amonia di tubulus distal
    • Keterbatasan ginjal mengekskresi obat obatan yang dipakai sehingga pemakaian harus disesuaikan dengan kemampuan ginjal agar tidak terjadi efek toksik dari obat.
    • Ekses pengeluaran air melalui kulit serta kondisi patologi misalnya syok akan memperberat keadaan pada bayi.

Untuk itu diperlukan monitor ketat pada bayi dengan GGA meliputi:
    1. Menimbang berat badan tiap 8 jam
    2. Mengukur produksi urin tiap jam
    3. Observasi linkaran abdomen atau tanda tanda ekses cairan
    4. Instruksi terapi perlu dievaluasi dan ditulis kembali tiap 8 jam
Fluid challenge dilakukan bila ada dugaan hipovolemia. Cairan ringer lactat diberikan 10-20 ml/kg BB dalam waktu lebih dari 1-2 jam.
Jenis cairan yang dapat dipergunakan:
    1. Keadaan euglycemia, diberi cairan 10-20% dextrose
    2. Keadaan isonatremia, terutama bayi dengan pretem cenderung terjadi hiponatremia, dapat ditambahkan larutan salin hipertonik atau sodium bikarbonat pada larutan dextrosa.
    3. Hindari terjadinya hiperkalemia. Jangan memberi koreksi kalium sampai produksi urin cukup adekwat.
Penggunaan dopamin tidak terbukti bermanfaat untuk terapi GGA pada bayi. Demikian juga penggunaan manitol karena dapat berakibat overload dan sembab paru. Pemberian derivat xantin misalnya aminophylline sebagai anti adenosine terbukti bermanfaat terutama pada GGA karena hipovolemia, sepsis atau ikterus berat. Pemberian aminophyllin dengan loading 5 mg/kg BB, dilanjutkan dengan 0,3 mg/kg BB/jam. Pemberian dihentikan bila dalam 48 jam tidak ada tanda perbaikan fungsi ginjal. Bila terdapat hiperkalemia harus ditangani dengan tepat.
Tabel2 (14)
Penanganan hiperkalemia
In non haemolysed blood, if potasium
management
Serum potasium ≥6 mmol/L,without ECG changes
Monitor k+ tiap 1-2 jam using gas analyser
Serum potasium ≥7 mmol/L with normal ECG
1st line:glucose-insulin infusion (0,15U/kg/hour insulin in 25% dextrose).
If  potasium rise persist: Salbutamol infusion 4µ g/kg in 5 mls water over 20 minutees (repeat as necessary). Evidence base level 2
Arrithmias are appearing
Give immediately:
IV 10% calsium gluconate.
If asidosis give bicarbonat (4.2% NaHCO3
ml=weight(kg)xbase defisitx0,3
-Give calcium gluconat before bicarbonate
-Don’t give calcium and bicarbonat in the same line
AND
-1st line: glucose insulin infusion (0,15U/kg BB/hour insulin in 25% dextrose given as an intravenous infusion).
-If K+ rise persist: salbutamol infusion 4 µ g/kg BB in 5 mls water over 20 minutes (repeat as necessary)
Refractory hypekalemia
-Use both glucose/insulin and salbutamol infusions
-Sodium resonium 1 g/kg BB per rectum (up to 6 hourly as necessary)
-Red cell transfusion with washed packed red cells.
-Consider dialysis
Dikutip dari: Department of Neonatal Medicine Protocol Book, Royal Prince alfred Hospital  
Pemberian nutrisi dengan meningkatkan kalori 25 kcal/kg, pembatasan protein 0,5 g/kg BB/hari. Pembatasan fosfat dan suplemen kalsium. 
Dialisis
Dialisis dilakukan bila dengan penanganan diatas tidak ada perbaikan. Terutama bila K+ >8mmol/L, asidosis berat dan overload cairan.
Namun sebelum melakukan dialysis harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
    1. Apakah kelainan di ginjal bersifat reversibel
    2. Berapa lama kira kira dialysis akan dilakukan
    3. Problem medik yang lain apakah bersifat reversibel
    4. Pendapat dari orang tua
Peritoneal dialysis:
Peritoneal dialysis lebih banyak dipakai pada neonatus. Pada umumnya mempergunakan 20-30 ml cairan dialysat secara kontinyu selama 24-48 jam. Bila dalam 2-3 hari GGA menetap, dialysis dapat dilakukan intermiten. Peritoneal dialysis dengan mempergunakan volume kecil lebih mudah diterima oleh bayi dengan GGA. Kateter yang dipergunakan stiff peritoneal dialysis kateter atau Tenchoff kateter bila dialysis diduga akan berlangsung dalam waktu lebih lama.
Hemodialysis:
Pelaksanaannya sulit oleh karena itu jarang dilakukan. Hemodialysis  hanya dilakukan  disenter yang telah berpengalaman.  
Daftar pustaka
1 . Guignard J. Drukker A. The neonate with renal disease. In Clinical Paediatric Nephrology 3rd Ed. Editors Nicholas J.A. Postlethwaite R.J. Oxford Univ Press. 2003; 287-304
2. Balasubrammaniam J. Neonatal renal failure. Congress of Nephrology in internet 2003. http:/www.edu/Cin2003/conf/balas/balas.httm. (26/10/2004).
3 . Fitzpatrick M.M. Kerr S.J. Bradbury M.G. The child with acute renal failure. In Clinical Paediatric Nephrology 3rd Ed. Editors Nicholas J.A. Postlethwaite R.J. Oxford Univ Press. 2003;405-25.
4 . Gomella T.L. Ceeningham M.D. Eyal F.G. Zenk K.E. Renal diseases. In Neonatology : management, procedures, on-call problems, diseases and drugs 4th Ed. Appletan & Lange. USA. 1999: 515-19.
5 . Mohan P.V. Pai P.M. Renal insult in asphyxia neonatorum. Indian Pediatrics 2000; 37: 1102-06.
6 . Kon V. Ichikawa I. Glomerular circulation and function. In Pediatric Nephrology 5th Ed. Editors Avner E.D. Harmon W.E. Niaudet P. Lippincot T Williams & Willkins. 2004; 28-43.
7 . Woolf A.S. Embryology. In Pediatric Nephrology 5th Ed. Editors Avner E.D. Harmon W.E. Niaudet P. Lippincot T Williams & Willkins. 2004; 1-24.
8 . Sherbotie J. Developmental renal physiology. http://unmed.utah.edu/ms2/renal/word%20files/p)%20pediatric%20nephrology.htm (20/9/2004)
9 . Sinert R. Peacock P.R. renal failure, Acute. www. Emedicine specialies/emergency Medicine. (20/9/2004)
10. Bonventri J.V. Weinberg J.M. Recent advances in the pathophysiology of ischemic acute renal failure. J.Am.Soc.Nephrol 2003;14:18
11. Achard J.M Cogny B. Pruna A. Fourmier A. Pathophysiology of acute tubular necrosis. In Progress in acute renal failure 1998. Editors Contarovick. Rangoonwala B. Verho M. Euromed communication ltd.USA. 1998; 23-47. 
12. basile D.P. Donohoe D. Roethe K. Osborn J.L. Renal Ischemi injury results in permanent damage to peritubular capillaries and influences long-term function. Am J Physiol Renal Physiol, Nov 2001;281:887-89
13. Pagtalunan ME. Olson J.L. Tilney N.L. Meyer.T.W. Late Consequences of Acute Ischemic Injury to a Solitary Kidney. J.Am.Soc.Nephrol 1999;10:366-377
14.Hyperkalemia. Department of Neonatal medicine Protocol Book. Royal Prince Alfred Hospital.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar