Rabu, 27 Juni 2012

KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: PNEUMONIA + STATUS ASMATIKUS


KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:
PNEUMONIA + STATUS ASMATIKUS



A.    KONSEP PENYAKIT
1.     STATUS ASMATIKUS
a.     Definisi
Status asmatikus adalah salah satu kedaruratan medis karena serangan asma akut yang refraktori, keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan β-adrenergik atau teofilin intravena.
b.    Etiologi
1)     Faktor genetik
2)     Faktor lingkungan
3)     Bahan alergen
4)     Infeksi saluran nafas (terutama virus)
5)     Polusi udara
6)     Faktor makanan
Faktor pencetus biasanya:
1)     alergen
2)     fisik
3)     bahan kimia
4)     infeksi
5)     faktor mekanik
6)     faktor psikis

c.     Manifestasi Klinis
1)     Pasien menunjukkan gambaran dramatis ansietas akut, usaha bernafas dengan keras, takikardia, dan berkeringat.
2)     Penyimpangan fungsi paru menyebabkan hipoventilasi alveolar dengan hipoksemia lanjut, hiperkapnia, dan asidemia.
3)     Peningkatan PCO2 adalah indikasi objektif pertama.
4)     Dehidrasi, batuk kronis, nafas pendek, mengii, obstruksi jalan nafas, hiperinflasi dan hipoksemia skunder terhadap ketidakcocokan ventilasi/perfusi dan penyimpangan pertukaran gas.

d.    Patofisiologi
Asma

                            Pohon bronkial hiperaktif

                                      Bronkospasme

                              Penyempitan jalan nafas

                           Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan O2                             Peningkatan kehilangan air tak tampak
                                                                                    sebagai penguapan ekshalasi


 
          Takikardia                                                          Penurunan masukan oral


 
           Takipnea                                                                      Plak mukosa


 
              Gelisah                                                                       Atelektasis

                                            Hipoksemia
(Hudak & Gallo, 1997: 567)

e.     Penatalaksanaan
1)     Terapi O2, koreksi dehidrasi, koreksi nutrisi.
2)     Terapi farmakologi: bronkodilator, metilksantin, amin simpatomimetik, dan kortikosteroid.

2.     PNEUMONIA
a.     Definisi
Pneumonia adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat.

b.    Macam – macam pneumonia, etiologi, manifestasi klinis dan farmakoterapi:

Tipe

Etiologi
Faktor resiko
Tanda dan gejala
Farmakoterapi
Sindroma tipikal
Strekokus pneumonia, tanpa penyulit.
Strekokus pneumonia,dengan penyulit (empyema penyebaran infeksi).
Penyakit sickle sel, hipogamaglobulinemia, multiple myeloma.
Onset mendadak dingin, menggigil, demam (39-400C), nyeri dada pleuritis, batuk produktif, sputum hijau dan purulen dan mungkin mengandung bercak darah”berkarat”, hidung kemerahan, retraksi interkostal,penggunaan otot aksesorius, timbul sianosis.
Obat terpilih:
Penisilin G procain, IM aqueous cystalline penisilin G, IV penisilin V.
Obat efektif lainnya: eritromisin, klindamisisn, cephalosprin, penisilin laintrimetropin dan sulfametoksazol.
Sindroma atipikal
Haemophilus influenzae.
Stafilokokus aureus.




Penyebab umum:
Mycoplasma pneumonia, virus patogen.



Penyebab tak umum:
Legionella pneumophilia.


pneumocystic carinii.
Usia tua, COPD, influenza terakhir.






Anak-anak, dewasa muda.





ISN terbaru influenza.





Transplantasi ginjal,penyakit otoimun,defisit imunologi,debilitas.








Onset bertahap dlm 3-5 hari, malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, nyeri dad karena batuk.

Seperti di atas ditambah nyeri abdomen, diare, suhu >400C, distres pernafasan.

Gagal ginjal, hiponatremia, hipofosfatemia, kreatinin fosfokinase/onset bertahap dengan peningkatan dispneu, batuk kering, takipneu, hipoksemia, rontgen:gambaran interstitial diffus.

Penisilin G, ampisil.
Obat efektif lainnya;kloramfenikol (cefamandole, trimetroprim, sulfametoksazol, nafsilin).

Obat terpilih;eritromisisn.
Obat efektif lainnya: tetrasiklin.



Obat terpilih: eritromisin.
Obat efektif lainnya:rifampisin, gentamisin.

Trimetroprim, pentamidine.
Sindroma aspirasi
Aspirasi: basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, serratia, enteribacter, escherichia proteus, basil gram positif.
Stafilokokus, aspirasi asam lambung.
Alkoholisme debilitas, perawatan (misal infeksi nosokomial), gangguan kesadaran.
Anaerob campuran:mulanya onset perlahan, demam rendah, batuk, sputum produksi/bau busuk, foto dada:jaringan interstitial yang terkena tergantung bagian parunya.
Infeksi gram positif/negatif.

Gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik, distres respirasi mendadak, dispneu berat, sianosis, batuk, hipoksemia, diikuti tanda-tanda infeksi skunder.
Terapi antibiotika tergantung pada penyebab infeksi.
Hematogen
Aspirasi zat inert: air, barium, bahan makanan. Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah; stafilokokus, E.coli, anaerob enterik.
Kateter intravena yang infeksi, endokarditis, penyalahgunaan obat, abses intra abdomen, pyonefrosis, empyema kandung kemih.
Gejala pulmonal timbul minimal jika dibandingkan gejala septikemia, batuk non produktif dan nyeri pleuritik sama seperti pada emboli paru merupakan keluhan tersering.
Obat terpilih: nafcilin IV,ampisiln IV + gentamisisn/tobramisin, klindamisin IV, + gentamisisn/tobramisin.


c.     Patofisiologi
                    Asma

Pohon bronkial hiperaktif

Bronkospasme

                                                                     Penyempitan jalan nafas  
                                                                                   Resiko kekurangan volume cairan
Peningkatan kerja pernafasan

                                      Peningkatan kebutuhan O2                Peningkatan kehilangan air tak tampak
                                                                                                          sebagai penguapan ekshalasi
Bakteri/virus/zat alergen
                      Takikardia                                                  Penurunan masukan oral


 
        Takipnea                                                        Plak mukosa


 
                                                  Gelisah                                                        Atelektasis














 
Hipoksemia
Aspirasi dari sekret yang berasal dari orofaring                                       Kerusakan pertukaran gas
Inhalasi butiran-butiran dahak halus (droplet)
Saluran darah dari sumber infeksi yangberada diluar paru (hematogen)


Kuman masuk ke alveoli
                                                                                                                       Perubahan nutrisi:kurang    dari kebutuhan tubuh
Reaksi radang à meluas : Kohn dan sal.nafas ke parenkhim paru.            Perubahan kenyamanan:
                                                                                                                            Nyeri dada pleuritik dan demam

Proses konsolidasi memenuhi satu segmen à satu lobus.                   Intolerans aktifitas


Jaringan paru padat à hepatisasi

d.    Penatalaksanaan
1)     Koreksi kelainan yang mendasari.
2)     Tirah baring.
3)     Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4)     Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5)     Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.

B.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.     PENGKAJIAN
a.     Riwayat atau adanya faktor resiko:
1)     penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
2)     Perokok berat.
3)     Imobilisasi fisik lama.
4)     Pemberian makanan melalui selang secara terus-menerus.
5)     Obat-obatan imunosupresif (kemoterapi,kortikosteroid), mengisap.
6)     Penyakit yang melemahkan (AIDS, kanker).
7)     Menghirup atau aspirasi zat iritasn.
8)     Terpapar polusi udara terus-menerus.
9)     Terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi.
10)  Penurunan tingkat kesadaran (stupor, letargi, pra-koma, koma).

b.     Pemeriksaan fisik, tergantung agen penyebab:
1)     Demam tinggi dan menggigil (awitan mungkin tiba-tiba dan berbahaya).
2)     Nyeri dada pleuritik.
3)     Takipnea dan takikardia.
4)     Rales.
5)     Pada awalnya batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan berkembnag menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecoklatan atau kemerahan dan seirngakli berbau busuk.Dispnea
6)     Kelemahan danmalaise.
7)     Kulit berwarna keabu-abuan atau sianosis
8)     Keringat hilang timbul sesuai penurunan atau peningaktan demam
9)     Periode sakit kepala selama 24-48 jam, mialgia, malaise, diikuti dengan demam, disosiasi nadi dan suhu (nadi relatif lambat pada demam tinggi. Normalnya nadi meningkat jika suhu mengingkat). Hal tersebut merupakan tanda klasik pada pneumonia legionella, viral dan mikoplasma.

c.     Cari sumber infeksi saluran pernafasan atas (ISPA: luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, demam ringan).

d.     Pemeriksaan diagnostik:
1)     JDL menunjukkan peningkatan sel darah putih, pada pneumonia karena pneumokokus, legionella, klebsiella, stafilokokus dan hemophylus influenza dan akan normal pada pasien dengan pneumonia viral dan pneumonia mikoplasma.
2)     Sinar X menunjukkan konsolidasi lobar pada psien dnegan pneumonia pneumokokus, legionella, klebsiella dan pneumonia hemophylus influenza. Pada pneumonia mikoplasma, viral dan stafilokokus akan terlihat infiltrat kemerahan.
3)     Kultur spuutm menunjukkan adanya bakteri tapi pada pneumonia viral negatif.
4)     Kultur darah akan positif jika pneumonia didapat dari penularan hematogen (staphylokokus aureus).
5)     Pewarnaan gram positif jika infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif atau gram positif.
6)     Aglutinin dingin dan fiksasi komplemen dilakukan untuk pemeriksaan viral.
7)     Analisa gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80 mmHg) dan kemungkinan hipokapnia (PaCO2 kurang dari 35 mmHg).
8)     Pemeriksaan fungsi paru-paru menunjukkan penurunan kapasitas vital kuat (KVK).
9)     Bronkoskopi.

e.     Kaji respons emosional terhadap kondisinya.

2.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.     Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
b.    Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
c.     Intolerans aktifitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
d.    Perubahan kenyamanan: nyeri dada pleuritik dan demam b/d pneumonia.
e.     Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.

3.     RENCANA INTERVENSI
a.     Kerusakan pertukaran gas b/d pneumonia.
Batasan karakteristik: batuk produktif menetap,nafas cepat, sesak nafas, rales, analisa gas darah menunjukkan hasil tidak normal, warna kulit sianosis atau keabua-abuan, bunyi nafas tidak normal, pemeriksaan fungsi paru, volume tidal rendah.
Hasil pasien (kolaboratif): mendemostrasikan perbaikan ventilasi.
Kriteria evaluasi: bunyi nafas jelas, analisa gas darah dalam batas-batas normal, frekuensi nafas 12-24 per menit, frekuensi nadi 60-100 kali/menit, tidak ada batuk, meningkatnya volume inspirasi pada spirometer insentif.
Intervensi
Rasional
·   Pantau:status pernafasan @ 8 jam, tanda vital@4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, pemeriksaan fungsi paru-paru.
·   Berikan ekspektoran sesuai dnegan anjuran dan evaluasi keefektifannya.
·   Doorng pasien untuk minum minimal 2-3 liter cairan per hari.

·   Lkaukan penghisapan jika pasien menderita kongesti paru tetapi refleks batuk tidak baik atau terjadi penurunan kesadaran.
·   Doorng pasien untuk berhenti merokok.
·   Pertahankan posisi fowler atau semi fowler.

·   Berikan oksigen tambahan sesuai dnegna anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan hasil analisa gas darah.





·   Ikuit prosedur pencegahan secara umum atau pencegahan khusus (menggunakan masker untuk penceghaan penularan melalui pernafasan, menggunakna sarung tangan bila menangani sekresi tubuh/darah).
·   Pertahankan kontrol nyeri yang adekuat, jika pasien secara verbal menyatakan sakit pada pleura (nyeri pleuritik) khususnya sebelum latihan tarik nafas dalam.
·   Doorng paisen untuk melakukan nafas dalam tiap 2 jam seklai dengan menggunakan spirometer insentif dan catat perkembangannya.
·   Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


·   Ekspektoran membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat keluar pada sat batuk.
·   Membantu mengeluarkan sekresi. Cairan juga untuk membnatu mengalirkan obat-obatan di dalam tubuh.
·   Penghisapan membersihkan jalan nafas.




·   Nikotin dapat menyebabkan penyempitan.

·   Posisi tegak lurus memungkinkan ekspansi paru lebih penuh dengan cara menurunkan tekanan abdomen pada diagfragma.
·   Pemberian oksigen tambhan dapat menurunkan kerja pernafasan dengan menyediakan lebih bnayak oksigen untuk dikirim ke sel, walaupun konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dapat dilairkan mellaui masker oksigen, namun hal tersebut seringkali mencetuskan perasaan terancam bagi pasien, khususnya pada pasien dnegan distres pernafasan.
·   Mencegah penyebaran penyakit.







·   Pasien cenderung melakukan ekspnasi toraks terbatas untuk mengontrol nyeri pleuritik. Ekspansi toraks yang terbatas dapat menunjang terjadinya hipoventilasi dan atelektasis.

·   Nafas dalam dapat mengembangkan alveolus dan mencegah atelektasis. Spirometer insentif dapat membantu meningkatkan nafa sdalam dan memungkinkan ukuran yang objektif terhadap kemajuan pasien.

b.     Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik: menyatakan haus, hipernatremia, mukosa membran kering, urine kental, turgor buruk, berta badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, tekanan darah menurun.
Hasil pasien: mendemonstarsikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi: haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam, berta jenis urine 1,005-1,025, natrium serum dalam batas normal, mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak ada penurunan berta badan, tidak mengeluh kehausan.
Intervensi
Rasional
·   Pantau: masukan dan haluaran setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan mukosa membran tiap hari.
·   Berikan terapi intravena sesuai dnegna anjuran dan berikan dosis pemeliharaan dan tindakan-tindakan pencegahan.









·   Berikan caran per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dorong pasien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.
·   Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
·     Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.




·     Selama fase akut, paisen sering terlalu lemah dan sesak, unutk meminum cairan per oral secara adekuat dan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat. Jika ada demam maka kebuuthna cairan akan meningkat, karena jika demam kehilangan cairan akan meningkat, sebab: keringat yang berlebihan, yang terjadi jika demam membaik; meningkatnya penguapan yang terjadi karena vasodilatasi perifer, hal tersebut terjadi sebagai mekanisme  kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
·     Cairan membantu distribusi obat-obatan dalam tubuh, serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membnatu mencairkan mukus, kalori mambantu mennaggulangi kehilangan BB.
·     Ini merupakan tanda-tanda kebuuthan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.

c.     Intolerans aktifitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan aktifitas minimal, diafoersis, takipnea dan takikardia pada katifitas minimal.
Hasil pasien: mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria evaluasi: pasien dapat melakukan AKS, dapat berjalan lenih jauh tanpa mengalami nafas cepat, sesak nafas dan kelelahan.
Intervensi
Rasional
·   Monitor frekuensi nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktifitas.
·   Tunda aktifitas jika frekuensi nadi dan frekuensi nafas meningkat secara cepat dan apsien mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingkatkan katifitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.
·   Bnatu paisen dalam melaksanakan AKS sesuai dnegan kebutuhannya. Beri pasien istirahat tanpa diganggu diantara berbagai aktfiitas.
·   Pertahankan terapi oksigen selama aktifitas, lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi, jika paisen dianjurkan tirah baring lama.

·   Konsul dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat.
·   Menidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasarn yang diharapkan.

·   Gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktifitas. Komsumsi oksigen meningkat jika aktifitas meningkat, daya tahan dapat lebih lama, jika ada waktu istirahat diantara aktifitas.


·   Menyimpan energi.




·   Aktifitas fisik meningkatkan kebuuthan oksigen dan sistem tubnuh akan berusaha menyesuaikannya. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktifitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat memininmalkan komplikasi dari imobilisasi.
·   Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal nafas.


d.     Perubahan kenyamanan: nyeri dada pleuritik dan demam b/d pneumonia.
Batasan karakteristik: mengatakan nyeri dada pada saat bernafas atau batuk, auskultasi pleural rub, foto rontgen dada menunjukkan adanya pleuritis, suhu di atas 37C, diaforesis intermitten, leukosit di atas 10.000/mm3, kultur sputum positif.
Haisl pasien: mendemonstrasikan bebas dari ketdaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri dada pleuritik, ekspresi wajah rilkes, suhu tubuh 37C, kultur sputum negatif, dan kadar leukosit antara 5.000-10.000/mm3.
Intervensi
Rasional
·         Pantau: suhu @ 4jam, hasil pemeriksaan SDP, hasil kultur sputum.
·         Berikan analgetik sesuai dnegan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi keefektifannya. Konsul dokter jika analgesik tidak efektif dalam mnegontrol nyeri.

·         Berikan antibiotika sesuai dnegan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisiten.


·         Konsultasi dokter jika demam dan reaksi yang tidak diinginkan (kemerahan,gangguan saluran pencernaan, menurunnya jumlah urine, menurunnya fungsi pendengaran, meningkatnya kelelahan).
·         Berikan tindakan untuk memebrikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung pasien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dnegan cahaya yang redup dan sedatif ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.
·         Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi demam seperti: mandi air dingin, selimut yang tidak terlalu tebal (mempertahankan selimut cukup untuk mencegah kedinginan/menggigil), beri antipiretik yang diresepkan, tingkatkan masukan cairan.

·         Konsul dokter jika nyeri dan demam tetap ada atau makin memburuk.
·     Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanagn dari sasaran yang diharapkan.

·     Analgetik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsnag nyeri. Nyeri dada pleuritik yang berat seringkali memerlukan anlgetik narkotik utnuk dapat mengontrol nyeri dengan efektif. Nyeri yang tidak dapat diatasi dnegan analgesik memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan merupakan tanda awal adanya komplikasi.
·     Antibiotika diperlukan untuk mengatasi infeksi, efek terapeutik maksimum yang efektif dapat dicapai jika kadar obta yang ada dalam darah konsisten dan dapat dipertahankan. Resiko akibat interaksi obat-obatan yang diberikan menongkat dnegan adanya farmakoterapi multiple. Efek samping akibat interaksi satu obat dengan yang lainnya dapat mengurangi keefektifan pengobatan salah satu obat atau kedua-duanya.
·     Tanda-tanda tersebut merupakan gejala keracunan antibiotika dan pengobatan tersebut harus dihentikan.





·     Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi. Pelembab membantu mencegah kekeringan dan pecah-pecah di mulut dan bibir.







·     Mandi dnegan air dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara konduksi dan evaporasi (penguapan). Antipiretika dapat megontrol demam dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus. Cairan dapat membantu mencegah dehidrasi karena mneingkatnya metabolisme. Menggigil menandakan tubuh memerlukan panas lebih banyak.
·     Hal etrsebut merupakan tanda berkembangnya komplikasi.

e.     Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
Batasan karakteristik: mengatakan anoreksia, makan kurang 40% dari yang seharusnya, penurunan BB dan mengeluh lemah.
Hasil pasien (kolaboratif): mendemonstrasikan masukan makanan yang adekuat untuk memnuhi kebuuthan dan metabolisme tubuh.
Kriteria evaluasi: peningkatan masukan makanan, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.

Intervensi
Rasional
·   Pantau: persentase jumlah makanan yang dikomsumsi setiap kali makan, timbang BB tipa hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
·   Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika spuutm berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
·   Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
·   Dorong pasien untuk mengkomsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein.

·   Berikan makanan dnegna porsi sedikit tapi sering yang mudah dikunyah jika ada sesak nafas berat.

·   Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanagn dari sasaran yang diharapkan.




·   Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.


·   Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu paisen memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dnegna keadaan sakitnya, usia, tinggi dan Bbnya.
·   Peningkatan suhu tubuh meningkatkan metabolisme, masukan protein yang adekuat, vitamin, mineral dan kalori untuk aktifitas anabolik dan sintesis antibodi.
·   Makanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi.



DAFTAR PUSTAKA

  1. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
  2. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
  3. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
  4. Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
  5. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
  6. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar